Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Film Pendek Tak Ada Yang Gila di Kota Ini Masuk Busan International Film Festival 2019

Film yang dibintangi oleh Oka Antara ini masuk dalam program kategori Wide Angle: Asian Short Film Competition.

Film pendek yang diproduseri Adi Ekatama dari Rekata Studio ini juga akan melakukan world premiere di salah satu festival film terbesar di Asia tersebut.

Nantinya, selama penyelenggaraan BIFF 2019 nanti, Tak Ada yang Gila di Kota Ini menjadi salah satu dari 300 film dari 70 negara yang terpilih untuk diputar di 30 layar bioskop di Busan.

Seperti dikutip dari situs resmi Busan International Film Festival, biff.kr, Rabu (4/9/2019), film Tak Ada Yang Gila di Kota Ini bersaing dengan sembilan film lainnya dari berbagai negara.

Beberapa judul film lainnya yang bersaing dengan Tak Ada Yang Gila di Kota Ini adalah Reprise, Sweet, Salty, Maulen, KALAM, dan Birdland.

Wregas menulis skenario film ini dengan mengadaptasi cerpen berjudul sama karya sastrawan Eka Kurniawan.

Cerpen Tak Ada yang Gila di Kota Ini sendiri telah diterbitkan dalam buku Cinta Tak Ada Mati oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2018.

Sementara film Tak Ada yang Gila di Kota Ini berkisah soal waktu liburan yang telah tiba.

Bos salah satu hotel besar dan berpengaruh di kota memerintahkan Marwan (Oka Antara) dan teman-temannya untuk mengangkuti semua Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang masih berkeliaran di jalan-jalan raya dan dibuang ke hutan.

Sebab, si Bos tidak ingin kehadiran mereka mengganggu para turis dan merusak wajah kota.

Alih-alih membiarkan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ini tewas di hutan, ternyata Marwan punya rencana rahasia.

Dalam keterangan tertulis, Rabu (4/9/2019), Wregas merasa kurasan emosi berkait kekuasan dan penindasan menjadi faktor utama dirinya menggarap cerpen tersebut untuk diangkat ke sebuah film.

“Pertimbangan pertama mengapa memilih cerpen ini adalah emosi. Saat membacanya, saya merasakan emosi kemarahan yang sama terhadap suatu hal, yakni kuasa," ucap Wregas.

Bagi Wregas yang pernah memenangkan Leica Cine Discovery Prize, Best Short Film - 55th Semaine de la Critique, dan Cannes Film Festival 2016 lewat film pendek Prenjak, kekuasaan cenderung digunakan untuk menindas dan mewujudkan ambisi tanpa memikirkan mereka yang tertindas dari ambisi tersebut.

"Di mana orang yang memiliki power yang lebih, akan menindas orang yang lebih lemah untuk memuaskan hasrat (pleasure) pribadinya. Yang di bawahnya, akan menindas yang di bawahnya lagi, dan yang paling tidak berdaya adalah orang yang sama sekali tidak memiliki kuasa, bahkan kuasa akan dirinya,” kata Wregas.

Sementara menurut Produser dari Rekata Studio Adi Ekatama, memutuskan untuk memfilmkan cerpen Tak Ada yang Gila di Kota Ini agar menambah variasi jenis film Indonesia yang mengadaptasi cerpen maupun novel.

"Selain itu, saya mempunyai harapan bahwa dengan dibuatnya film pendek ini, maka semakin banyak lagi film Indonesia, bahkan film internasional, yang mengadaptasi cerpen atau novel karya penulis Indonesia dari genre yang beragam," kata Adi.

Lain hal lagi, Oka Antara mengaku tertarik untuk bermain karena faktor skenario dan sutradaranya.

“Skenarionya sangat unik dan narang saya temui, terutama dalam film feature. Jadi cerita ini hanya bisa dicapai melalui film pendek. Dan ketika tahu director-nya Wregas, karena saya pernah menonton film Prenjak, jadi saya merasa delivery-nya pasti akan sesuai," ucap Oka.

Rekata Studio sendiri merupakan bagian dari ekosistem intellectual property (IP) management platform, yang memiliki peran utama untuk pengembangan audiovisual atau motion picture.

Film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini yang berdurasi total 20 menit ini dibintangi oleh sejumlah aktor-aktris ternama di Indonesia.

Beberapa misalnya, Oka Antara (Sang Penari, Killers, Aruna dan Lidahnya), Sekar Sari (Siti), Pritt Timothy (Sang Kiai, Gundala), Jamaluddin Latif (Mencari Hilal, Nyai), dan Kedung Darma Romansha (Nyai, Perburuan).

Lokasi syuting Tak Ada yang Gila di Kota Ini dilakukan di sejumlah lokasi mulai hutan, pantai, dan gunung di daerah Gunungkidul, Yogyakarta pada Agustus 2018.

Lokasi-lokasi tersebut dipilih karena tekstur alam Gunungkidul yang didominasi perbukitan kapur, sehingga menjadikannya komposisi yang tepat untuk meletakkan karakter-karakter dari film pendek ini.

Dalam memproduksi film pendek pertamanya, Rekata Studio bekerja sama dengan Studio Batu dan Labide Films serta Aftertake Post Production yang berdomisili di Yogyakarta.

Film pendek ini juga didukung oleh Focused Equipment, FixIt Works Indonesia, dan Synchronize Sound - Post Audio.

https://entertainment.kompas.com/read/2019/09/04/213947510/film-pendek-tak-ada-yang-gila-di-kota-ini-masuk-busan-international

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke