Contohnya hobi sepeda motor berkubikasi besar. Motor gede atau moge jelas mahal. Bukan hanya soal harga belinya, tetapi juga biaya perawatan dan pajaknya.
Namun para artis pehobi moge berpendapat kuda besinya memiliki nilai investasi yang tinggi dan terus bertambah seiring waktu.
Menurut aktor senior Budi Dalton, bila tepat dalam memiliki motor dengan kriteria tertentu, maka hampir dipastikan bisa dijadikan sebagai investasi.
“Selama motor yang dipilih tidak salah. Apalagi, kalau sudah motor vintage (bisa jadi investasi). Sekarang kita beli motor-motor klasik saja itu sudah tinggi,” ucapnya.
Pria yang akrab disapa Kang Budi pun mencontohkan beberapa pengalaman yang pernah ia rasakan ketika motor miliknya punya investasi bernilai tinggi.
“Contohnya dulu saya beli motor WL 350 cc tahun 1948, dulu saya beli tahun 1987 itu Rp 1.250.000, sekarang WL harga Rp 300 juta saja enggak ada (dapat), susah, tapi itu dulu, kalau sekarang mah sudah telat, orang-orang sudah pada tahu,” tutur Budi.
Menurut Budi, ada beberapa kriteria yang membuat sebuah motor punya nilai yang fantastis. Mulai dari orisinalitas hingga nilai seni yang ada pada motor tersebut.
“Orisinalitas, jadi makin orisinil makin mahal, apalagi kalau surat-surat lengkap. Selebihnya kalau punya nilai seni, secara estetika. Misalnya, dibuatkan satu role model chopper konsep sebuah motor karya seni role model untuk auto show, itu enggak ada harganya, berapa saja harganya pasti dibeli,” tutur Budi.
Hal serupa juga dirasakan oleh Tora Sudiro. Aktor jebolan acara komedi Extravaganza ini merasa motor yang ia koleksi adalah hal yang tepat untuk dijadikan investasi.
Menurut Tora, ketimbang penghasilannya habis hanya untuk makan, lebih baik digunakan untuk investasi dari motor yang sudah cukup ia pahami.
“Makanya kita harus taruh (investasi) di sesuatu yang kita suka. Kayak gue ada motor, gue belinya Rp 80 juta, sekarang harganya sudah sekitar Rp 300 juta, itu gue punya motor BMW R75 tahun 1973, gue belinya sekitar 10 tahun yang lalu. Cuma gitu kadang motor harganya bisa berubah,” papar Tora.
Motor bisa menjadi investasi bernilai tinggi juga ditegaskan oleh Dimas Anggara, ia merasa motor dapat menjadi investasi jangka panjang.
Namun, kata Dimas, jangan berharap investasi tersebut akan menuai hasil bila motor yang dimiliki baru seusia jagung.
“Sebenarnya menurut gua kalau otomotif jangka panjang pasti akan naik. Kan jadi sesuatu barang yang antik kan? Bisa jadi aset juga,” ucapnya.
“Tapi, kalau kita mikir empat sampai lima tahun lagi mau dijual, ya jangan cari keuntungan di situ,” sambungnya.
Meski sebagian besar artis mengamini motor bisa menjadi investasi, hal sebaliknya diungkapkan oleh Tarra Budiman. Ia merasa hal tersebut bersifat relatif.
Tarra mengatakan, ia menggemari motor layaknya seorang anak kecil menyukai suatu mainan.
“Toys boys kalau buat gue moge itu, kalau investasi ya menurut gue relatif. Tapi kan ini barang bergerak butuh perawatan dan lain-lain,” ucap Tarra.
“Jadi ya butuh biaya juga, kalau buat investasi ya buat gue enggak, namanya hobi sudah harus siap,” sambungnya.
Selain itu, terdapat regulasi mengikat yang membikin pemilik moge harus menanggung biaya pajak kendaraan yang besar pula.
Besaran pajak PPnBM yang dikenakan pada tiap motor berbeda. Tergantung pada harga dan ukuran kubikasi alias cc yang diusung oleh kendaraan itu, variannya mulai dari 10 persen hingga 200 persen.
Regulasi itu termaktub dalam salah satu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.010/2017, yang utamanya mengatur mengenai jenis-jenis kendaraan bermotor yang dikenakan PPnBM.
Besarnya patokan PPnBM sedikit dikeluhkan oleh Dimas Anggara. Ia ingin besaran pajak barang mewah yang mengincar motor besar lebih baik dipertimbangkan untuk diturunkan.
“Penginnya sih pemerintah turunkan harganya (pajak) ya. Kalau di luar negeri kan enggak kayak di sini. Cara dan sistemnya beda,” ucapnya.
“Kalau di luar negeri beli pajaknya ekonomis. Kalau di sini ‘aduh, pajak nih yang bikin bokek’. Mudah-mudahan ada kebijakan supaya pajak ini diturunkan,” sambung Dimas.
Sedangkan Tora Sudiro merasa pajak yang dikenakan kepada motor-motor besar sudah ideal.
Tora berpendapat tak perlu lagi ada kenaikan pajak, ia hanya memberi sedikit catatan bahwa harus ada pengawasan yang baik agar semua pemilik motor besar yang termasuk dalam kategori barang mewah betul-betul membayar pajak.
“Kayak kemarin kan ada yang bilang 'Tinggiin lagi dong pajaknya', menurut gue sih bukan tinggiin lagi pajaknya, tapi diratakan semuanya juga harus bayar, masa gue bayar yang lain enggak sih (menunggak pajak tanpa sanksi),” ucap Tora.
Bagi sebagian lainnya, memiliki motor-motor yang tergolong barang mewah sudah menjadi risiko bila terikat dengan kewajiban membayar pajak yang besar.
Hal itu diungkapkan oleh Tarra Budiman, ia berpendapat bahwa pajak besar merupakan risiko yang harus ditanggung oleh pemilik.
“Kalau buat gue itu risiko ya, soalnya kan moge itu kan barang mahal ya, enggak bisa sembarang orang punya,” ujar Tarra.
“Jadi ya kalau sudah berani punya moge ya sudah mesti siap juga sama regulasinya. Ya hitung-hitung kasih uang buat negara-lah kan bayar pajak,” sambungnya.
Oleh sebab itu, menurut Budi Dalton, penting untuk menyesuaikan kemampuan finansial dalam memilih jenis motor yang ingin kita miliki.
Ia berpandangan banyak orang yang menggemari sepeda motor, khususnya motor besar, namun lupa akan itu sehingga terasa terbebani dengan segala biayanya.
“Kalau menurut saya sih tergantung dari awal tujuannya motor punya untuk apa, kalau untuk touring ya (syaratnya) surat-surat harus lengkap,” ucap Budi.
“Tapi kalau moge, karena fenomena film-film akhirnya banyak orang pada pengin motor gede, padahal motornya motor showbike, tapi kalau cuma buat dalam kota ya motor 250 cc sudah cukup. Jadi budget menyesuaikan sama kebutuhan saja,” sambungnya.
https://entertainment.kompas.com/read/2019/10/24/143938110/artis-gemar-moge-hobi-atau-investasi