Bisnis clothing bernama Unionwell itu telah ia mulai sejak tahun 2012 bersama rekannya, Yudi.
Banyak proses dan pengalaman yang ia rasakan selama bergelut di bisnis tersebut.
Bagi David, bisnis ini merupakan buah dari hasrat yang tersalurkan sehingga memberi kesenangan tersendiri.
Ketekunan mendesain pakaian dan rajin membangun koneksi menjadi kunci David mengembangkan bisnisnya tersebut.
David juga rutin menjaga koneksi dengan berbagai acara di luar negeri.
"Kalau di Jepang ada event Yokohama Hot Road, di Yogyakarta kita ada Youth Fest. Kami bikin karya di sini lewat clothing," ujar David saat ditemui di gerai Unionwell di Jakarta Selatan, Minggu.
David mengusung tema vintage, motorcycle, art, music, dan Indonesian traditional. Ia pun mengutamakan handmade dalam setiap produk yang dibuat.
Dalam hal itu, ia mengakui bahwa membangun brand bukan perkara mudah.
"Paling PR memang nge-build branding, tapi semampu kita dan (sesuai) karakter kita sendiri. Jadi enggak perlu susah-susah, jadinya enggak struggle terlalu berat gitu," ucap David.
Hadirnya gerai di Jakarta membuat David bisa lebih dekat dalam memantau perkembangan bisnisnya.
Unionwell sebelumnya sudah buka gerai pertama di Bandung, tepatnya Jalan Progo.
"Gue bakal rutin bikin event di sini, tetapi belum tahu tiap berapa bulannya, tetapi kalau bikin workshop itu pasti (rutin)," ujar David.
David menuturkan, awal mula memilih Bandung sebagai lokasi gerai pertama Unionwell karena merek tersebut tercetus di sana.
Kemudian, pertimbangan biaya produksi juga mendorongnya untuk memilih Bandung.
"Meskipun ternyata makin lama makin mahal juga biaya produksinya (di Bandung) dan mungkin ground zero-nya di Bandung, tetapi headquarter-nya kami pindahin ke sini (Jakarta)," kata David.
Untuk proses desain dan pengembangan, David turun tangan langsung.
Ia memastikan agar konsep bisnis clothing yang ia jalani sesuai tujuan awal. Kalau pun menyerahkan pada orang lain, David ingin betul-betul klop.
"Aku yang pilih semua sampai detail-detailnya, tetapi ya untuk kayak artist-artist kami pilih, kayak misalnya lettering, ini contohnya ada anak Bandung namanya Ilham, kami cari banget bakat-bakat kayak gitu. Senang kalau nemu yang begitu dan memang pengin ngembangin seniman-seniman lokal," ujar David.
Selain itu, kendala lain yang sering ia temui adalah ketersediaan material produksi. Ia sadar bisnisnya belum sekaliber perusahaan besar lainnya.
"Kalau material (bahan pakaian) banyak, cuma problemnya karena kami small player bukan big company yang bisa beli bahan bergelondong, kami kalau beli bahan satu itu misalnya buat jaket merah ini, ya sudah kita cuma bisa bikin berapa biji. Kadang enggak bisa nemu lagi bahan kayak gitu, jatuhnya limited karena keterbatasan," ujar David seraya menunjukkan koleksi yang pernah dipakai Presiden Jokowi.
Salah satu strategi David untuk bisnisnya adalah dengan tak segan merangkul berbagai komunitas yang ada.
Ia merangkul komunitas bukan untuk mengenalkan produknya serta memfasilitasi komunitas tersebut.
"Kalau gue lebih kayak fasilitator saja, misal 'nih komunitas butuhnya apa ya," ujarnya.
David bersyukur, sejauh ini, produknya telah merambah ke beberapa negara luar. Namun, ia tetap menjadikan Indonesia sebagai pasar utama.
"Ya so far paling jauh masih Amerika, Italia, ya meskipun potensi terbesar gue masih di Indonesia sudah itu saja. Bagus appreciate dari orang luar, tetapi gue lebih ingin diterima di lokal saja," ujar David.
https://entertainment.kompas.com/read/2019/10/27/204151210/jatuh-bangun-david-naif-bikin-clothing-line-unionwell