Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Membahas "Tiga Matahari" Karya Cixin Liu Bersama Petty Fatimah

Seperti apakah yang disebut extraterrestrial intelligence (ET) itu? Seperti apakah peradaban mereka?

Adalah penulis asal China, Cixin Liu namanya, berkibar-kibar setelah trilogi "Remembrance of Earth's Past" terbit dalam bahasa Inggris (2014) yang diterjemahkan oleh Ken Liu.

Maka, yang terjadi bukan sekadar ledakan pembaca yang terpesona oleh fiksi sejarah yang dikawinkan dengan fiksi ilmiah--ini formula penulis sci-fi Barat--tetapi juga pesona dan keterkejutan pembaca Barat tentang "raksasa China" yang diam-diam menggebrak dalam berbagai bidang, termasuk teknologi dan pengetahuan alam semesta.

Bahwa penulis Cixin Liu kemudian memenangkan Hugo Award untuk buku pertama dan ketiga trilogi tersebut-–dan merupakan penulis Asia pertama yang memenangkan penghargaan untuk karya fiksi ilmiah yang prestisius ini--membuat namanya semakin melambung.

Duo DB Weiss dan David Benioff, kreator serial populer "Game of Thrones" yang diangkat dari serial fantasi "A Song of Ice and Fire" karya George RR Martin, sudah mengumumkan akan mengadaptasi trilogi karya Cixin Liu tersebut.

Novel "The Three Body Problem" dibuka dengan setting Revolusi Kebudayaan China. Seorang ahli fisika terkemuka Ye Zhetai yang diinterogasi dan disiksa di hadapan umum, termasuk puterinya yang saat itu masih kecil.

Di masa dewasa, putri Ye Zhetai bernama Ye Wenji yang masih menyimpan luka besar tentang kematian ayahnya kini menjadi seorang ahli astrofisika yang terseret dalam prahara di masa itu.

Ye Wendji dilibatkan dalam sebuah proyek besar pemerintah di Pantai Merah. Pada saat itulah Ye Wenji berhasil melakukan kontak dengan ruang angkasa.

Puluhan tahun kemudian, terjadi serangkaian peristiwa misterius kasus bunuh diri para ahli fisika. Peneliti nanomaterial Wang Miao kemudian ditugaskan menyelidiki kasus ini yang ternyata jauh lebih besar daripada sekadar kasus kriminal biasa. Sebuah peristiwa yang akan mengancam umat manusia.

Bagi mereka yang tak biasa membaca karya sci-fi, novel ini bisa dikatakan hard-core karena seperti yang diakui penulisnya sendiri yang mengatakan, "Saya lebih tertarik pada bagian ilmiah, bukan pada tokoh-tokoh."

Karena itu, seperti yang disampaikan Pemimpin Redaksi Majalah Femina Petty Fatimah dalam podcast "Coming Home with Leila Chudori", bab-bab awal novel ini menunjukkan penulis yang "sangat asyik sendiri" dengan pergelutannya dengan kuantum mekanik dan berbagai penjelasan hubungan antarbintang dan konsep Trisurya (nama yang dipilih menjadi judul novel terjemahan bahasa Indonesia yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia).

Kecenderungan self-indugence itu membuat kesempatan untuk mengembangkan karakterisasi tokoh-tokohnya agak diabaikan.

Kecuali tokoh Ye Wenji yang sangat kompleks, penuh warna dan penuh kejutan, tokoh-tokoh lain dalam novel ini cenderung dua-dimensi, hitam putih.

Seperti juga yang disampaikan Petty Fatimah, beberapa tokoh pendukung seperti tokoh pencinta lingkungan Barat Michael Evans dan intel Shi Qiang juga tokoh-tokoh yang menarik dan menghidupkan plot novel ini, meski harus diakui kedua tokoh itu sangat dua dimensional.

Sementara tokoh utama lelaki ahli nanomaterial Wang Miao kalah menarik dibanding Ye Wendji, karena tampaknya sang penulis memang ingin Miao bersikap netral (secara politik) karena dia bertindak seperti seorang "detektif" yang menggali misteri dengan pengetahuan ilmiahnya.

Keistimewaan Cixin Liu tentu saja--yang tak tertandingi penulis sci-fi Amerika, misalnya--adalah bagaimana Revolusi Kebudayaan dan segala peristiwa berdarah di dalamnya kemudian memengaruhi mentalitas dan sikap anak-anak dari korban revolusi itu.

Seperti yang dikatakan penulis Geroge RR Martin tentang trilogi ini, ini adalah sebuah campuran yag unik antara sains, filsafat, politik, sejarah, teori konspirasi, dan kosmologi di mana "para raja dan kaisar dari dunia Barat dan sejarah China bercampur di dalam dunia game yang laksana mimpi, sementara di dunia nyata para polisi dan ahli fisika menghadapi konspirasi, pembunuhan dan kemungkinan invasi alien ke bumi."

Bisa dibayangkan pembaca novel ini berhasil menembus geografi, penduduk, kelas dan usia. Mereka yang datang dari berbagai kalangan, yang muda--karena melibatkan game dan segala teknologi yang mereka kuasai--dan yang "senior" karena memahami dan menikmati bagian sejarah dari karya ini.

Pembahasan novel "Trisurya" atau "The Three Body Problem" bisa didengarkan di podcast Coming Home with Leila Chudori di Spotify.

https://entertainment.kompas.com/read/2021/01/13/070100810/membahas-tiga-matahari-karya-cixin-liu-bersama-petty-fatimah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke