Dalam webinar akhir Mei 2021 lalu, tiga hal diatas kembali diulik menjadi rujukan bersama merespons topik yang ditawarkan penyelenggara UOB Indonesia: Peran dan Potensi Seni Rupa dalam Ekonomi Kreatif.
Webinar mengundang narasumber dengan sejumlah praktisi pelaku industri, pakar ekonomi dan staf ahli Kemenparekraf. Mereka adalah periset senior UOB Indonesia, Direktur Art Fair, mantan diplomat, impresariat seni merangkap seniman, sampai penyelenggara UOB painting of the Year.
Head of Economic and Research UOB Indonesia, Tinjauan Enrico Tanuwidjaja, cukup menggugah audiens aktif menyimak dan berbagi bersama, dengan menyebut istilah unik kondisi global ekonomi dunia sebagai tantangan di era “vaccine”.
Paper singkat yang dikirimkan ke penulis, Enrico menyebut bahwa vaccine merupakan akronim dari volatility, yakni pergerakan cepat disebabkan penguncian ekonomi, yang berangsur-angsur dilepas.
Ambiguity, ketidakjelasan tentang seberapa cepat vaksin memulihkan kondisi ekonomi? Complexity, secara global kompleks keragaman vaksinasi banyak kendala, termasuk distribusi dan jumlah populasi.
Sedangkan confusion, kondisi kebingungan kontrol dan layanan medis yang berbeda di tiap negara. Inoculation, yakni mayoritas populasi mungkin hanya melakukan vaksinasi saat masa kritis jumlah terinfeksi merebak, bukan pencegahan.
New normal, yakni mencipta kenormalan baru via bisnis digital serta emerging stronger yaitu upaya akselerasi adaptasi digital lebih baik.
Enrico memaparkan prediksi tahun 2045, usai pemulihan ada prediksi bahwa Indonesia mampu meningkatkan potensi ekonomi kreatifnya dengan pertumbuhan mencapai 46 persen yang sekarang nomor wahid masih dipegang oleh negara China.
Selanjutnya Enrico menjelaskan bahwa ia optimistis 17 subsektor ekonomi kreatif, seperti aplikasi, game, arsitektur, desain interior, desain visual, desain komunikasi publik, musik, film, fashion, seni rupa dan seni pertunjukkan mampu memberi performa baik di masa depan.
Visi 2045, Digitalisasi dan Ekosistem Seni
Sejumlah strategi dijabarkan oleh Enrico tentang visi 2045 jika pemerintah dan pelaku ekonomi kreatif mampu menyesuaikan diri dengan penerapan protokol kesehatan pada aktifitas off lines selain digitalisasi, adanya stimulus kepada pelaku bisnis, seperti reduksi pajak, kompensasi fiskal tertentu, dll.
Sementara, kalangan usaha kecil dan menengah mendapatkan intensif bantuan langsung tunai sampai pinjaman lunak yang diterapkan secara konsisten.
Selain itu, ia menekankkan lagi akselerasi atas iklim investasi dan peraturan kebijakan fiskal dan industri yang jelas, pemberdayaan ketrampilan lewat pelatihan, lokakarya, seminar dan tentu saja ini: adaptasi digitalisasi seluruh perangkat kerja dan aktifitas dari hilir sampai hulu (ekosistem) yang memproduksi seni rupa serta peningkatan pemasaran di dalam negeri dan manca negara.
Wakil Kemenparekraf, Joshua Simanjuntak, sebagai staf ahli Menteri Bidang Inovasi dan Kreativitas menyampaikan bahwa kuncinya memang pemerintah memulai menerapkan digitalisasi ekonomi, agar kembalinya produktifitas para pekerja kreatif.
Seperti pemilik galeri, balai lelang, art fair, terutama seniman untuk menciptakan kondisi adaptasi digital menemukan beragam inovasi,
Joshua menyitir pula agenda pemerintah kampanye pemulihan ekonomi kreatif dengan anjuran membeli produk lokal yang disebut sebagai BBI, Bangga Buatan Indonesia.
Harapan dari ekonom Enrico pun pernyataan Joshua bisa jadi kita memang mampu menggapai visi 2045 dan akselarasi pemulihan saat ini bisa terwujud.
Namun, tentu saja pemerintah selayaknya menimbang beberapa hal, bahwa aspek seni rupa selama ini memiliki kluster dan klasifikasi yang berbeda-beda.
Selayaknya, bantuan individu dilakukan konsisten (kecenderungan seniman berkarya secara personal/soliter tanpa manager), selain mereka yang bekerja secara kolektif, yakni bergabung di komunitas yang mapan dengan sistem manajerial jelas.
Terutama, untuk pendistribusian dukungan dan fasilitasi yang merata dengan pemilihan penerima bantuan sejumlah daerah baik di dalam dan diluar Jawa dan Bali secara geografis.
Realitas menunjukkan bahwa memang ada dukungan hibah (bantuan langsung tunai dan pendampingan manajerial dan fasilitas pada sejumlah komunitas ) juga sejumlah pelatihan, lokakarya serta seminar dihelat (sejak 2020).
Tapi data data empiris, dari lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku industri dan profesional mandiri dalam skala menengah dan kecil, terutama seniman, pekerja pendukung event organizer, kurator dan penulis lepas, jurnalis seni di media menengah dan kecil, akademisi dan periset independen, penulis buku dan jurnal seni, pembuat program di galeri dan studio, pengusaha produk material seni, sampai pekerja art displayer tak tersentuh.
Hal yang lebih urgen adalah ketersediaan data dari pemerintah yang akurat jumlah produsen seni dan profesi pendukung ekosistem seni rupa di Indonesia. Hal lainnya adalah jalur distribusi dukungan tanpa perantara (one stop door: bantuan via akses internet dan seluruh persyaratan teknis yang terkurasi); serta fasilitasi untuk benar-benar mencapai sasaran yang tepat.
Sejumlah komunitas seni rupa besar dengan program-program besar pula pada 2020 sempat mendapat hibah; namun justru sebagian besar yang lain, yang skala kecil pun menengah tentu dengan persyaratan/ kriteria tertentu yang lemah, sama sekali belum tersentuh.
Perlu ditimbang pula bahwa iklim usaha seni rupa tentunya lebih sehat jika ada bantuan hutang cukup lunak bunganya dalam jangka panjang. Bagi pelaku usaha kecil seni rupa (seperti adanya dukungan pada studio seni seniman); menimbang jika hibah cenderung akan habis untuk konsumsi.
Tentunya, pinjaman jangka panjang ini memberi energi produksi lebih lama dan ada ikatan pertanggung jawaban atas hasil utang.
Kompensasi, misalnya pada pelaku kecil, masih minim bagi pelaku seni dan seniman sebagai misal, layak mendapatkan dukungan wifi gratis tak hanya keterampilan digital, juga prioritas penerapan beberapa kriteria pemilihan yang objektif dan terukur: konsistensi berkarya, prestasi seniman dalam berpameran dan waktu yang lebih lama menjalani profesi yang perlu ditimbang dengan hasil riset yang seksama.
Industri Besar Seni Rupa, Seniman dan Pencitraan Diri
Pemerintah memang sempat ada semacam koordinasi lintas sektoral, dengan kondisi pandemi masih berlangsung.
Sejak 2020 lalu, ada kolaborasi Kemdikbud dan Kemenparekraf juga bulan Mei 2021, terjadi koordinasi Kemenlu, Departemen Pajak, dan Kemenparekraf serta institusi independen perwakilan masyarakat dan publik industri kreatif yang membincangkan skema dan strategi tertentu untuk percepatan pemulihan ekonomi, namun realisasinya memang perlu segera diwujudkan.
Tom Tandio, Direktur Art Jakarta, salah satu Art Fair di Jakarta selaku narasumber webinar akhir Mei 2021 lalu yang menjadi pelaku industri besar seni rupa mengatakan bahwa dalam upaya penguatan ekosistem seni dan promosi produk Indonesia, pihaknya memberi ruang tak hanya dalam bentuk digital berupa pameran online dan transaksi karya seni.
Tapi, juga melakukan eksperimen langsung secara offline, seperti yang dilakukan oleh Art Jakarta melalui perencanaan Art Jakarta Garden 2021.
“Acara Art Jakarta Garden adalah sebuah perhelatan seni terbatas di ruang terbuka dengan menampilkan karya patung dan jumlah tertentu partisipan galeri. Menurut saya dengan sistem open air seperti ini, keselamatan pengunjung bisa lebih diutamakan dan ini semestinya pemerintah bisa memberi dukungan,” ujar Tom.
Pada perspektif lain, menurut Astari Rasjid, narasumber lainnya, Perupa dan Duta Besar RI untuk Bulgaria, Albania dan Makedonia Utara (Periode 2016-2020) mengatakan bahwa seniman sebagai pelaku ekonomi adalah duta informal kultur penting buat Indonesia di mancanegara.
“Potensi seni di mancanegara sangat tergantung bagaimana seniman membangun pencitraan kuat dan komunikasi yang efektif. Kita harus meninggalkan karakter pergaulan lokal, dalam artian mampu menciptakan kemasan yang profesional secara global,” ungkapnya.
Astari menekankan bahwa kita wajib bangga dengan nafas kesenian yang memuat kultur lokal, tapi manifestasi pemasarannya semestinya bercita rasa mengglobal.
Tatkala Astari menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Bulgaria, Albania, dan Makedonia Utara, selama periode jabatannya terdapat beberapa capaian prestasi semacam memamerkan maestro seniman Indonesia di Galeri Nasional Bulgaria, kemudian menginisiasi Festival Asia yang diwakili oleh hampir seluruh partisipan benua Asia.
Narasumber terakhir, dari Maya Rizano, Strategic Communications and Brand Head, UOB Indonesia juga setuju jika misi utama perhelatan UOB Painting of the Year tahun 2021 adalah menciptakan panggung lokal yang bertransformasi ke global.
Proses pertukaran ide-ide besar, visi kultural lewat karya seni rupa para seniman Indonesia dipentaskan secara lokal pun regional.
UOB Indonesia, sebagai institusi privat, secara objektif adalah contoh kongkret dari upaya mandiri korporat besar mendukung komunitas seni rupa Indonesia dengan sebuah sayembara. Hal tersebut setiap tahun digelar dan memberi kesempatan talenta-talenta terbaik seniman Indonesia.
Penguatan pencitraan personal seniman penting dalam jangka panjang memang akan memberikan kontribusi pada sektor ekonomi yang melekat pada karya-karyanya dengan sayembara itu.
Dari sana, kekuatan kemandirian pemulihan ekonomi seperti yang dilakukan UOB Indonesia dengan komitmennya atas ajang sayembara seni sebagai salah satu pilar dalam infrastruktur seni kita, patut diapresiasi.
Sementara, seperti kita tahu bahwa masih minim tersedianya infrastruktur pun suprastruktur di seni rupa Indonesia, dibincangkan pula dalam sesi webinat tersebut; taruhlah sebagai misal: terbatasnya jumlah museum, galeri nasional, kantung-kantung komunitas, sumber daya manusia, seperti: akademisi seni, penulis dan kurator dll.
UOB Indonesia cukup bisa ditauladani bagi korporat privat yang lain, yang mungkin di masa depan ikut memberi sumbangsih membangun ekosistem seni rupa yang baik dan sehat.
Mengingat bahwa karya seni, seniman dan ekosistem didalamnya tak hanya menyoal ekonomi, tapi lebih upaya semacam kemampuan manusia menemukan diri dan lingkungannya, yakni lewat pendidikan seumur hidup melalui transmisi ilmu pengetahuan dan estetika didalamnya; selain ada juga energi spiritual di dalamnya.
Karya seni dan seniman juga sebagai gambaran tentang sejauh mana sebuah masyarakat multukultural memberi jejak dan merayakannya, serta tentu saja: identitas tentang keindonesiaan kita dalam kancah global.
Kembali pada kompetisi seni, sayangnya sejumlah korporasi raksasa milik negara, yang sempat beberapa waktu lalu menyelenggarakan sayembara sejenis, tak mampu konsisten bertahan. Beberapa Institusi berbentuk BUMN itu, dalam hitungan tahun, tak sampai sebelah jari tangan penyelenggaraan sayembara terpaksa terhenti dengan berbagai sebab. (Bambang Asrini Widjanarko)
https://entertainment.kompas.com/read/2021/06/15/172633610/tiga-kunci-pemulihan-ekonomi-pelaku-seni-rupa