Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Frasa Belahan Jiwa atau Soul Mate ternyata Tak Melulu Seromantis Pemakaian Sekarang

Entah tulus, entah gombal, pada momen tertentu frasa itu ada masanya cukup ampuh bikin hati seseorang meleleh ketika kita tepat menggunakannya.

Kurang banyak apa juga lagu, film, dan novel menggunakan frasa itu, bahkan sebagai judul? Kita tentu mafhum bahwa lagu, film, dan novel kerap kali ada proyeksi dari kehidupan sehari-hari, bukan?

Di Indonesia, Kahitna adalah salah satu grup yang pernah merilis lagu dan album dengan banderol Soul Mate. Yang ini lagunya:

Buat generasi Kahitna sedang hot-hot-nya dan bagi para pehobi patah hati, lagu ini mungkin masih kalah menyayat dan bukan pilihan pertama buat pengiring lara hati sih.

Di album yang sama saja ada lagu yang lebih to the point mewakili patah hati, seperti lagu Cinta Sendiri.

Ngomong-ngomong soal Kahitna dan karya Yovie Widianto sebagai figur pentingnya, tatapan tajam pernah datang dari penggemar grup ini pada suatu masa, saat dibilang se-mellow apa pun lagunya akan tetap tersirat pride dan "kenarsisan" tertentu.

Coba saja cek sendiri.

Anyway, harian Kompas sampai dua kali menurunkan tulisan soal lagu dan album Soul Mate milik Kahitna, yaitu di edisi 16 April 2016 dan edisi 7 Mei 2016.

Tulisan pertama menyoal perjalanan lagu itu, yang sudah tercipta dua tahun sebelum akhirnya rilis. Lagu itu akhirnya rilis setelah ada film dengan judul sama tayang di layar lebar.

Adapun tulisan kedua di harian Kompas lebih umum membahas album Soul Mate.

Duh, terlalu jadul-kah contohnya?

OK, buat generasi K-Pop, ada Zico yang pada 2019 termasuk penyanyi dengan penerimaan royalti tertinggi.

Salah satu lagu Zico pakai frasa soul mate sebagai judul, meski dengan penulisan kekinian, yaitu SoulMate.

Asal-usul

Lalu, apakah pemakaian hari-hari ini untuk frasa soul mate dan belahan jiwa ini memang sesuai dengan asal-usulnya? Dari siapa sebenarnya frasa ini datang?

Nah, jawabannya mungkin agak tidak terbayangkan. Frasa ini ternyata diklaim muncul pertama kali dari Plato. Iya, filsuf Yunani kuno.

Ide ini muncul dalam salah satu karya Plato, Simposium. Menggunakan sosok Aristophanes sebagai penutur di bagian soal ini, manusia pada awalnya adalah sosok dengan empat tangan, empat kaki, dan dua wajah.

Di situ, Plato tengah mengurai soal konsep gender dan relasi dalam konsep manusia. Ada tiga alternatif konsep. Salah satunya disebut sebagai androgini (androgynous).

Menggunakan mitos, dikisahkan bahwa manusia yang versi ini dikhawatirkan melakukan pemberontakan ke Zeus, dewa terkuat dalam mitos Yunani. Versi lain disebut sudah terjadi pemberontakan. 

Si manusia tadi kalah atau setidaknya jadi ancaman buat kekuasaan, ceritanya. Intinya, Zeus mengutuk sosok dengan empat tangan, empat kaki, dan dua wajah itu dengan membelahnya menjadi dua bagian.

Sejak itulah, konon, dua belahan manusia itu pun dikutuk saling mencari untuk menjadi kembali utuh.

Sebentar, belum selesai. Plato menyematkan pula dalam karyanya yang lain bahwa frasa soul mate sebagai gagasan yang tak matang ketika dikaitkan dengan relasi apalagi rasa hati.

Menurut Plato dalam versi ini, relasi yang matang atau dewasa haruslah dimulai dari kesadaran bahwa setiap kita yang terlibat dalam relasi itu adalah individu yang sepenuhnya mandiri, yang kita mampu merawat kemandirian itu, dan karenanya pun tidak terlalu lekat satu sama lain.

Bagi Ryan Chistensen, yang pada 2014 adalah asisten profesor filsafat di Brigham Young University, Amerika Serikat, pendapat Plato terasa lebih relevan belakangan ini ketika dikaitkan dengan fenomena kesepian.

Menurut Christensen, yang Plato ingin bilang bahwa semata menemukan belahan jiwa yang terpisah karena kutukan Zeus itu bukan berarti kesepian akan terangkat dari dalam diri manusia.

Karena, sejatinya tak ada pasangan yang benar-benar tepat dan cocok, apalagi bila landasan relasinya rapuh.

Dia mendefinisikan kesepian bukan sekadar rasa sepi dan ingin ada seseorang mendampingi, melainkan sebuah pengalaman serasa menjadi alien dan gagal memahami manusia lain di sekitarnya.

Di sinilah, kata Christensen, konteks soul mate Plato lebih relevan, yaitu ketika seseorang bertemu orang lain yang benar-benar dapat saling berelasi sempurna seolah-olah mereka memang satu orang.

Ini enggak terasa lagi bahwa frasa belahan jiwa terbatas untuk urusan cinta dan menye-menye lagi ya.... Meskipun, urusannya memang semakin rumit kalau relasinya berbasis rasa hati.

“(Dalam hal cinta), satu orang harus menjadi orang lain (yang dicintainya itu), yang menginginkan orang lain itu laiknya sebagai dirinya sendiri.”

Aduh, jadi terlalu serius. Poin yang ingin digariskan Christensen berbasis intepretasinya atas pemikiran Plato adalah, kesepian seseorang tidak cukup diatasi dengan perburuan belahan jiwa dalam konteks naïf alias asal soul mate.

“Hentikan perburuan belahan jiwa, beralihlah mencari relasi yang dewasa,” kata Christensen dalam salah satu kuliah umumnya pada 2014.

Relasi yang dewasa, tegas dia sekali lagi, adalah ketika landasan relasi tersebut benar-benar adalah kemandirian dari setiap orang yang terlibat.

Jadi, kalau mau mengutarakan isi hati ke seseorang menggunakan frasa belahan jiwa atau soul mate semoga benar-benar lebih paham sekarang.

Sebelum jadi terlalu serius, ide tulisan soal asal-usul frasa belahan jiwa atau soul mate ini sama sekali tidak datang dari keterpesonaan literatur atau akademik.

Sebenarnya, ini gara-gara salah satu episode dari serial lawas Bones, serial yang tayang dari 2005-2017. Meski lawas, Bones masih bisa ditonton lewat saluran-saluran streaming dan berlanggan.

Demikianlah....

Jadi, siapa bilang dari lagu, novel, dan film kita tidak bisa mulai mempelajari sesuatu dari dan untuk dunia nyata atapun tentang literatur yang bahkan kita belum tentu tahu bahwa itu ada?

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Semua artikel utuh harian Kompas yang disebutkan dalam artikel ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data.

https://entertainment.kompas.com/read/2021/07/31/165749566/frasa-belahan-jiwa-atau-soul-mate-ternyata-tak-melulu-seromantis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke