Ada yang menggarap film Hollywood dan manga, ada pula yang terlibat dalam video musik, bahkan untuk video musik Kpop.
Berikut daftar putra putri bangsa yang mengharumkan nama Indonesia dengan karyanya.
Dia juga mengerjakan film Avengers: Age of Ultron yang dirilis pada 2015.
Ketika itu Rini tinggal di San Francisco, California, dan bekerja di rumah produksi Industrial Light and Magic.
Ternyata Rini juga ikut menggarap film Avengers yang pertama ketika ia masih tinggal dan bekerja di Selandia Baru untuk perusahaan WETA Digital milik sutradara Peter Jackson.
Rini mengaku terkejut saat melihat reaksi para fans terhadap trailer pertama dari film Avengers: Age of Ultron, terutama dari penonton Indonesia.
"Ternyata penggemar Avengers di Indonesia itu besar sekali, enggak menyangka. Jadi, begitu tahu, kaget juga. Ternyata film ini ditunggu-tunggu, jadi pressure-nya lumayan tinggi untuk film ini," kata Rini Sugianto kepada Kompas.com, 24 April 2015.
Rini yang meraih gelar S2 jurusan Animasi dari Academy of Art di San Francisco, California, AS itu juga tergabung dalam tim produksi film Hobbit dan Iron Man 3.
Ronny juga bagian dari Industrial Light and Magic saat terlibat dalam film itu.
Ronny mengatakan tantangan dari proyek-proyek sekuel adalah bagaimana menjaga konsistensi karakter-karakter di film.
"Kesuksesan film yang pertama pastinya menciptakan fan base yang sangat luas di seluruh dunia, selain juga harus raise the bar even higher dari previous one," kata Ronny Gani, tahun 2015 lalu.
Diketahui, Ronny ikut menggarap animasi untuk film produksi Marvel, Ant-man serta film Pacific Rim.
Perjalanan Ronny berlanjut sampai film Avengers: Infinity War (2018).
Dalam film Avengers: Infinity War dia bertugas membuat berbagai jenis simulasi, antara lain daging dan otot; rambut dan bulu; serta kain.
Ia dan timnya juga berperan dalam penciptaan efek penghancuran.
"Tugas saya adalah membuat simulasi setelah animasi selesai. Simulasi untuk kostum atau untuk otot, rambut, segala macam. Lebih ke detail agar performance secara keseluruhan itu terasa nyata, audience percaya bahwa itu real," ujar Renald pada 2015 kepada Kompas.com.
"Jadi, kalau kayak baju pakai jaket kulit, saya harus bikin jaket itu sekaku kayak jaket beneran. Jadi, orang pas ngelihat langsung ngenalin, oh bahannya jaket kulit," lanjutnya.
Paulie mengaku tertarik pada dunia animasi karena sejak kecil sering menyaksikan kartun.
"Jadi, apa yang membuat saya terinspirasi untuk bekerja di industri animasi, hal ini dimulai sejak saya berusia dini, orangtua saya selalu mengajak saya untuk menonton film, kartun, dan saya juga gemar bermain video game, nonton kartun, sangat menikmati menonton film anime," kata Paulie dalam wawancara eksklusif via zoom, Selasa (27/10/2020).
"Sampai saat saya berada di bangku SMA, baru menyadari bahwa 'oh ternyata kerja di bidang animasi itu ada, dan ternyata keren juga," ucap Paulie lagi.
Yang tidak biasa, animasi ini dibuat menggunakan perangkat tua yakni Macintosh SE/30 yang dirilis Apple pada awal 1991.
Pinot pun mendapat pujian dari dua personel Twenty One Pilots, Tyler dan Josh.
Mereka menyebut Pinot sebagai salah satu seniman yang punya bakat alam.
"Pinot benar-benar hebat, kami melihat karya seninya. Untuk kamu yang tidak tahu, lagu kami (lirik MV) 'Level of Concerns' dibuat oleh seniman terkenal dari Indonesia, talentanya sangat luar biasa," ujar Josh kepada Kompas.com saat konferensi pers daring, 10 Mei 2021.
Sudah kurang lebih satu tahun pemuda asal Jepara ini bekerja dalam tim Color and Smile di Studio In Pack, di Jepang.
Perjalanannya ke Negeri Sakura berawal dari ketertarikan mempelajari anime saat studi D3 Sastra Jepang di Universitas Diponegoro, Semarang.
Ia lalu mengikuti program dari LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) di Yogyakarta, sekolah bahasa selama satu setengah tahun di Nippon Academy di Kota Gunma, dan kuliah D2/3 di Sekolah Anime JAM Nihon Anime Manga Senmon Gakko di Niigata selama dua tahun.
Aswin menuturkan, membuat anime cukup rumit terlebih jika banyak detail dan ornamen di dalam gambar, contohnya tato di kepala tokoh anime.
Kasita bekerja sebagai visual effects artist dalam tim yang membuat karakter Naevis di video itu.
Perempuan yang sejak usia 3 tahun sudah tinggal di Singapura dan kini di Amerika Serikat itu menyebut pembuatan Naevis berlangsung sekitar satu tahun sebelum perilisannya dalam lagu "Savage".
Ia bekerja di Giantstep Amerika Serikat sejak Agustus.
Kasita mengaku beruntung lantaran ia merupakan fans Aespa bahkan sejak mereka masih masa trainee dan juga agensi Aespa, SM Entertainment.
Kolaborasi Coldplay dan BTS lewat lagu "My Universe" melibatkan Leo Aveiro dalam produksi video musiknya.
Dalam unggahan di Twitter, Leo Aveiro mengungkapkan ia ikut serta dalam proses merancang konsep seninya.
“Halo! Jadi beberapa bulan lalu saya dapet kesempatan untuk ngerjain concept art buat Music Videonya #ColdplayXBTS #MyUniverse. These are some of concepts that I made for the video. HUGE thanks to @onepixelbrush and Shaddy for the oppurtunity!” tulis Leo, dikutip dari akun @artofaveiro, Jumat (8/10/2021).
Unggahan lainnya memperlihatkan salah satu lokasi yang disebut Leo sebagai “Calypso”, yang diibaratkan sebagai planet panas.
https://entertainment.kompas.com/read/2021/10/12/112447766/8-anak-muda-indonesia-yang-terlibat-proyek-animasi-kelas-dunia