Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lewat Lakon Matahari Papua, Teater Koma Pentaskan Naskah Terakhir N Riantiarno di Graha Bhakti Budaya

JAKARTA, KOMPAS.com – Suasana Galeri Indonesia Kaya West Mall Grand Indonesia, Rabu (29/5/2024), mendadak haru kala Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian menceritakan bahwa lakon Matahari Papua merupakan naskah terakhir yang ditulis oleh Nano Riantiarno untuk Teater Koma.

Seperti diketahui, pendiri Teater Koma, Norbertus Riantiarno atau biasa dipanggil Nano Riantiarno (N Riantiarno), wafat pada 20 Januari 2023.

“Selama hidupnya, beliau (N Riantiarno) telah memberikan kontribusi luar biasa bagi dunia teater Indonesia dengan cerita-cerita yang menyentuh hati dan penuh makna. Karya terakhir ini merupakan bentuk dedikasi dan cinta beliau yang tulus terhadap seni pertunjukan. Semoga warisan beliau terus menginspirasi dan menyemangati generasi penerus dalam merayakan dan menghargai kekayaan seni budaya kita,” ujar Renitasari di hadapan awak media yang hadir di Galeri Indonesia Kaya, Rabu.

Selama 47 tahun, lanjut dia, Teater Koma secara konsisten menghibur serta memperkaya wawasan para penikmat seni dengan beragam kisah yang sarat pesan moral dan nilai-nilai positif.

Berkat konsistensi itu, Bakti Budaya Djarum Foundation pun senantiasa mendukung Teater Koma selama lebih dari 20 tahun.

“Sejalan dengan visi Teater Koma yang akan terus bergerak tanpa henti dan tak ada titik, Bakti Budaya Djarum Foundation juga tidak akan berhenti mendukung seni pertunjukan Indonesia, khususnya (kepada) kelompok (seni pertunjukan) yang produktif, seperti Teater Koma,” tegas Renitasari.

Bawa pesan kemerdekaan dari N Riantiarno

Produser Matahari Papua yang juga istri N Riantiarno, Ratna Riantiarno, mengatakan bahwa produksi ke-230 itu memiliki nilai khusus bagi Teater Koma.

“Sebetulnya Pak Nano yakin sekali akan menyutradarai naskah Matahari Papua. Ia bahkan sudah berkoordinasi dengan penata musik dan penata artistik. Jadi, proses produksi Matahari Papua sudah dimulai sejak 2022,” ucap Ratna.

Ratna menuturkan bahwa Matahari Papua membawa pesan kemerdekaan, baik secara universal maupun individual. Tokoh naga di lakon tersebut menjadi perumpamaan dari banyak hal yang menjajah.

Lewat naskah itu, N Riantiarno berharap semua umat manusia bisa berjuang agar merdeka dari “naga” yang menjajah.

“Karena ini naskah terakhir (N Riantiarno), semua tim bertekad untuk membuat (pertunjukan) lebih bagus daripada yang lalu-lalu. Pertunjukan dengan durasi 2 jam 15 menit tanpa interval itu akan hadir dengan energi yang luar biasa,” kata Ratna.

Ratna menambahkan bahwa pertunjukan tersebut juga diselenggarakan berdekatan dengan hari lahir N Riantiarno yang jatuh pada 6 Juni. Pertunjukan ini juga menjadi pertunjukan pertama Teater Koma kembali di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM). Beberapa tahun terakhir, pertunjukan Teater Koma harus berpindah tempat karena renovasi TIM dan situasi pandemi.

“Kembalinya kami tampil di Graha Bhakti Budaya tentunya menjadi sebuah kesan tersendiri karena tempat ini memiliki sejarah dan menjadi saksi bagi beragam pertunjukan dari Teater Koma. Kini kami kembali meski tanpa kehadiran Mas Nano. Tapi sosok sang guru, bapak, saudara, sahabat itu akan selalu menyertai di hati kami. Wejangan dan ajarannya senantiasa hadir di tiap gerak kami. Karena kami tidak akan pernah berhenti bergerak, tidak pernah titik, selalu Koma,” ujar Ratna.

Pada kesempatan sama, Sutradara Matahari Papua Rangga Riantiarno menjelaskan bahwa naskah pertunjukan tersebut pertama kali ditulis pada 2014 sebagai naskah pendek untuk pertunjukan bertajuk Cahaya dari Papua yang dipentaskan di Galeri Indonesia Kaya.

“Ketika pandemi merebak dan mengharuskan kita semua berkegiatan di rumah, Pak Nano tetap produktif menulis berbagai karya. Salah satunya adalah mengembangkan naskah Cahaya dari Papua dan diberi judul baru Matahari Papua,” tutur Rangga.

Naskah itu kemudian dikirim secara anonim dalam Sayembara Penulisan Naskah Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2022 dan terpilih sebagai salah satu pemenang.

Menurut Rangga, naskah panjang terakhir itu menjadi bukti nyata dedikasi dan semangat tak kenal lelah N Riantiarno dalam berkarya, bahkan di masa-masa sulit.

“Karyanya terus menyinari dunia teater Indonesia dan meninggalkan warisan yang akan selalu dikenang,” tegasnya.

Sebagai informasi, Matahari Papua mengisahkan seorang pemuda bernama Biwar. Ia tumbuh dewasa di bawah asuhan sang Mama, Yakomina, dan didikan Dukun Koreri. Saat mencari ikan, Biwar menolong Nadiva dari serangan Tiga Biawak yang merupakan anak buah Naga. Kelompok ini memang kerap meneror Tanah Papua.

Saat bercerita kepada kepada Mamanya, Biwar justru menemukan memori pahit. Papa dan tiga paman Biwar ternyata mati dibunuh Naga. Mama yang sedang mengandung Biwar kala itu berhasil lolos. Biwar pun bertekad balas dendam dan membunuh Sang Naga.

Kelanjutan kisah Biwar dapat disaksikan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, mulai Jumat (7/6/2024) hingga Minggu (9/6/2024). Pembelian tiket bisa dilakukan di laman berikut.

https://entertainment.kompas.com/read/2024/06/03/195214166/lewat-lakon-matahari-papua-teater-koma-pentaskan-naskah-terakhir-n

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke