Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalang Setan itu Masih Nomer Satu Dalam Sabetan

Kompas.com - 02/07/2008, 22:41 WIB

Pada adegan ini, Ki Manteb kembali menunjukkan kelasnya sebagai "dalang setan". Dalang yang memiliki sabetan yang indah sekaligus atraktif. Ya, dalam hal sabetan, Manteb memang tiada duanya. Namun beberapa bibit muda seperti Bayu Aji Pamungkas yang putra dalang Anom Suroto serta Purbo Asmoro patut diwaspadai oleh Manteb. Bahkan, Bayu konon mewarisi kemerduan suara ayahnya yang terkenal dalam olah vokal. Orang bilang, salah satu kelemahan Manteb adalah di sisi vokal.

Tapi, kelebihan Manteb juga bukan cuma di sabetan, namun juga pada dinamika dialog para tokohnya. Misalnya, saat Baladewa menantang seorang raksasa, Manteb menggunakan dialog yang cepat namun tetap terjaga artikulasinya. Tak cuma itu, ia juga pandai mengendalikan emosi penonton.

Sementara sebagian prajurit Himahimantaka melabrak anak-anak Pandawa, pasukan lain kerajaan itu langsung dipimpin oleh Niwatakawaca menyerbu Junggring Saloka, negeri para dewa.

Betara Guru, bos para dewa khawatir, negerinya bakal hancur oleh amuk Niwatakawaca. Oleh tangan kanannya yang bernama Narada, disarankan agar dewa memerintahkan Begawan Ciptaning untuk melawan Niwatakawaca. Betara Guru setuju, tapi Ciptaning harus diuji dulu oleh tujuh bidadari. Apabila Ciptaning lolos ujian dan tak mempan rayuan bidadari, baru boleh dijadikan lawan Niwatakawaca. Tak cuma itu, betara Guru juga turun langsung menguji kesaktian Harjuna. Guru menjelma jadi seorang pemburu bernama Raden Keratarupa.

Tepat pukul 00.41, adegan gara-gara mulai berlangsung. Begawan Ciptaning yang sedang bertapa didampingi oleh punakawan, Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Mereka masuk diiringi lagu Dara Muluk. Gareng, Petruk dan Bagong tidak berani mengganggu Semar yang sedang semedi membantu begawan Ciptaning yang sedang bertapa.  Untuk menghibur diri, Gareng, Petruk dan Bagong mulai menyanyi dan saling meledek.

Setelah Begawan Ciptaning bertapa beberapa bulan lamanya, hari itu ia harus membatalkan tapa. Sebab, mendadak ada seekor  babi hutan yang mengamuk dan semakin mendekati tempat begawan Ciptaning bertapa. Begawan Ciptaning segera mengambil anak panah dan kemudian dilepaskannya tepat mengenai leher babi hutan, bersamaan dengan lepasnya anak panah milik raden Keratarupa yang juga menancap pada leher si babi hutan tersebut. Babi hutan tersebut adalah jelmaan dari patih Mamangmurko.

Begawan Ciptaning dan Raden Keratarupa berebut kebenaran atas anak panah yang mengenai babi hutan. Akhirnya di antara dua ksatria itu pun terjadi perang. Saat tiada yang kalah dan menang, Ciptaning  menjelma kembali menjadi Arjuna, sedangkan Raden Keratarupa menjelma kembali menjadi Batara guru sekaligus mengangkat Arjuna sebagai jago dewa untuk menghadapi Niwatakawaca. Agar menang,  Batara Guru memberi pusaka kyai Pasopati, kemudian Arjuna diboyong ke kayangan.

Bathara Guru dihadap oleh para Dewa, dan Raden Arjuna yang akan diwisuda untuk menjadi jago Dewa. Setelah persiapan selesai, Arjuna diwisuda menjadi jago Dewa untuk menumpas murkanya Prabu Niwatakawaca yang menentang kodrat, yakni ingin mempersunting Bathari Supraba. kemudian Arjuna berangkat ke Himahimantaka didampingi Bathari Supraba.

Prabu Niwatakawaca menerima kedatangan Togog dan Bilung yang melaporkan tewasnya Patih Mamangmurko dan Patih Mamanggono. Sang Prabu sangat marah mendengar berita tersebut, namun saat kemarahannya sampai di ubun-ubun, Abdi Emban menghadap, seraya memberi kabar bahwa Bathari Supraba berada di Kedaton. Supraba mengatakan, kedatangannya memang siap untuk dipersunting sang raja.

Prabu Niwatakawaca sangat gembira mendengar keterangan dari  Supraba sehingga secara tidak sadar, sang raja memberitahu segala rahasia hal yang ingin diketahui oleh Dewi Supraba. Sang raja juga memberi tahu letak kesaktiannya, termasuk Aji Gineng, sampai letak pengapesannya juga diberitahukan kepada Bathari Supraba. Saat bersamaan, keterangan sang raja didengar oleh Arjuna yang juga berada di kedaton tersebut dengan menggunakan Aji Panglemunan (tak nampak oleh mata). Akhirnya terjadilah perang antara Arjuna melawan Prabu Niwatakawaca.

Arjuna tidak berdaya melawan kekuatan Prabu Niwatakawaca. Namun pada waktu Arjuna tak berdaya ia melihat keanehan pada Prabu Niwatakawaca yang sedang tertawa terbahak-bahak. Arjuna melihat sinar yang berada di telak sang raja, yang merupakan sinar dari Aji Gineng. Kemudian dengan gerak yang sangat cepat, Arjuna melepaskan Pasopati tepat mengenai telak Prabu Niwatakawaca, yang membuat sang raja tewas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com