Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jubing, Menyulap Gitar Jadi Orkestra

Kompas.com - 24/09/2008, 23:02 WIB

Ia ingin mengisi hidupnya hanya dengan bermain gitar. Terungkaplah bahwa selama ini apa yang dijalaninya hanya ingin
memuaskan keinginan orangtua. Mereka ingin anak pertama dari enam bersaudara ini hidup "normal" seperti anak-anak pada umumnya. Belajar dari sekolah dasar sampai kuliah, lalu bekerja mencari nafkah. "Padahal, sejak SD saya maunya main gitar terus," ceritanya.

Saat kuliah pada jurusan Kriminologi FISIP Universitas Indonesia pun, Jubing sekadar ikut arus orang banyak. Pun saat dia diterima
bekerja di sebuah tabloid wanita tahun 1990, dua tahun sebelum ia lulus kuliah.

Saking kuatnya hasrat bermain gitar, Jubing sampai berucap, "Kalau boleh saya tidak sekolah, saya lebih memilih tidak
sekolah dan hanya bermain gitar."

Tekad yang berbumbu nekat itu tiba pada 2003. Setelah 13 tahun bekerja sebagai jurnalis sampai berpuncak menjadi redaktur pelaksana sebuah tabloid wanita, dia mengajukan diri berhenti. Sebagai pengajar gitar saat itu, gajinya Rp 500.000, jauh lebih kecil dibanding penghasilannya sebagai redaktur pelaksana yang berbilang jutaan rupiah.

"Saat menjadi redaktur, saya stres dan pikiran menjadi berat. Kalau begini terus, saya bisa sakit. Lalu saya kembali kepada gitar,
sebab saya yakin dengan kemampuan sendiri," kata suami Renny Yaniar, penulis cerita anak-anak ini.

Jubing mengenal gitar sejak usia sekolah dasar. Ayahnya, Wibowo, dan ibunya, Swanny, keduanya penyuka musik dan mengajari anak-anaknya bermusik. Pada usia 12 tahun, ia sudah tampil mengiringi teman-teman sekolahnya dengan gitar.

Tentang pilihannya mengaransemen lagu anak-anak, Jubing yang kini pengajar gitar itu berujar, "Saya sering melihat penonton musik klasik berwajah serius tanpa senyum. Saat saya mainkan lagu anak-anak di panggung, penonton langsung gembira dan bertepuk tangan, sebab mereka sudah mengenal lagu itu. Inilah tujuan saya bermain gitar, agar orang lain senang dan bisa ikut menikmati."

Dengan dana Rp 8 juta, awal tahun 2006 Jubing menyelesaikan master (rekaman induk) berisi 12 komposisi ciptaannya. Ia coba
tawarkan kepada dua produser untuk diperbanyak. Hasilnya? "Keduanya memuji, tetapi keduanya menolak dengan alasan terlalu segmented," ucapnya.

Beruntung, seorang rekannya di Semarang mau memperbanyak master itu dalam bentuk CD. Tidak banyak, hanya 1.000 keping. Jubing dijanjikan baru bisa mendapat royalti jika penjualan cakram digitalnya sudah di atas 3.000 keping. Tetapi, dengan lahirnya CD ini pun ia mengaku senang, sebab inilah cita-citanya sejak dia mengenal gitar.

Setidaknya kini Jubing bisa menghibur orang tanpa harus tampil di panggung. Orang cukup mendengarkan orkestra gitar tunggalnya yang ramai. Kadang sulit dipercaya orkestra itu dia mainkan sendirian.

Jubing Kristianto

- Lahir: Semarang, tahun 1966
- Mulai main gitar kelas V SD (1978), belajar dari ayahnya, Wibowo.
- Kelas VI SD (1979): tampil di Gedung Olahraga Semarang, mengiringi
teman-teman menyanyikan "Dondong Apa Salak".
- Kelas I SMP (1980): belajar musik klasik di Sekolah Musik Obor Mas,
privat kepada Suhartono Lukito.
- 1982 dan 1983: finalis pada Yamaha Festival Gitar Indonesia
(YFGI ).
- 1984: menjadi "runner-up" YFGI, Juara II Festival Gitar tingkat
Asia Tenggara di Hongkong.
- 1986: "runner-up" gitar klasik tingkat nasional.
- 1987: juara gitar klasik tingkat nasional.
- 1992: 1994, 1995, juara festival gitar YFGI.
- 1998: berguru gitar klasik kepada Arthur Sahelangi
- 1990-2003: jurnalis/redaktur di tabloid Nova.
- 2003: mengajar gitar di Yayasan Musik Indonesia.
- 2006: tampil bersama kelompok Kwartet Punakawan di Melbourne
Australia.
- 2007: tampil bersama kelompok Kwartet Punakawan di Tokyo, Jepang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com