Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musik Etnik Jadi Ikon

Kompas.com - 01/11/2008, 13:11 WIB

Oleh Ardus M Sawega

Penyanyi jazz Syaharani (36), yang belakangan asyik ber-crossover dalam bermusik, semula mengaku agak grogi untuk tampil di panggung Solo International Ethnic Music atau SIEM di Pamedan Mangkunegaran, Solo, 28 Oktober-1 November. Namun, baginya, SIEM mengandung tantangan menarik. Setelah tampil pada Rabu (29/10) malam, spontan dia bilang, ”Perasaan saya lebih dari seneng. Pokoknya, excited banget!.”

Ungkapan Syaharani itu mungkin bisa menggambarkan kesan umum Festival SIEM 2008. Sebagai penyanyi yang lebih dikenal sebagai ”ratu jazz”, ia memukau penonton lewat dua lagunya, ”Teater” dan ”Sunyaruri”. Dalam ”Sunyaruri”, ia berkolaborasi dengan pesinden Puri Kurniawati yang melantunkan gambuh dalam lirik Jawa yang ditingkah lirik bahasa Inggris oleh Syaharani. Komposisi ini diiringi piano, gitar rhythm dan bas elektrik, kendang, dan seruling sunda.

Itu sekaligus merefleksikan pemahaman orang tentang ”musik etnik” masa kini, yaitu perpaduan antara musik etnik yang pentatonik dan musik Barat yang diatonik.

Dr Rahayu Supanggah, kurator festival, mengatakan, ”Selama ini orang underestimate terhadap musik etnik. Musik etnik itu bikin ngantuk, kuno. Padahal, perkembangan musik etnik yang kontemporer saat ini luar biasa.”

Penyaji yang menampilkan perpaduan musik etnik dan Barat itu antara lain Rampak Kendang Sunda (nonpeserta) saat pembukaan, Gamelan Fatahillah (Bandung), dan Sound of Kiser (Cirebon).

Gamelan Kyai Fatahillah yang tampil pada Kamis, misalnya, menyuguhkan pertunjukan yang dinamis dengan permainan individu yang kuat pada keyboard, biola, dan drum. Penonton terkesan karena sebelumnya mereka membawakan gending ”Kulukulu” dengan gamelan Sunda yang ditabuh minimalis.

Pertunjukan gamelan genta kelompok Al Suwardi dari Solo, Rabu, menyajikan inovasi ”gamelan” baru, yakni instrumen genta dari logam kuningan dalam berbagai bentuk dan ukuran ciptaan Suwardi tahun 2001.

Gamelan unik itu berlaras slendro, ada yang dipukul atau digoyang; dipadu dengan ensemble ”planet harmonic”—instrumen dari bahan kawat beton—serta dao—rebab Vietnam. Sekalipun ditingkah vokal bergaya sopran penyanyi wanita, ”Nunggak Semi” yang dimainkan menghadirkan suasana yang ngleneng, nyaris monoton. Sajian Al Suwardi menunjukkan SIEM bisa menjadi wahana pencapaian eksplorasi musik yang tak populer—hingga yang eksperimental— untuk dipentaskan.

Keberagaman bentuk yang tampil dalam SIEM 2008 memberi publik kesempatan untuk berapresiasi. Dari dua kali penyelenggaraan, Festival SIEM juga bisa menjadi semacam ”batu uji” bagi peserta dan karyanya. Kelompok gamelan Margasari dan Sound of Kiser dengan personel yang lumayan banyak, hasil eksplorasinya kurang meyakinkan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com