Sedikit melongok ke belakang, Maliq & D’Essentials mulanya adalah band berawak delapan orang yang kerap tampil di sejumlah kafe dan lounge, seperti Jamz, Mana Lounge, dan The Bar Four Seasons Hotel. Mereka ingin membiasakan pendengar musik dengan lagu-lagu black music, khususnya soul. Mereka telah terbiasa untuk bekerja sendiri, mulai tampil di panggung hingga mengirim undangan pentas.
Maliq masuk dapur rekaman pada tahun 2004 dengan single pertama ”Terdiam” dan single kedua ”Untitled”. Pada awal tahun 2006, album repackaged 1st Maliq&d'essentials: Special Edition keluar, dengan lagu pertama ”The One”. Saat itu, Dimi (vokal) keluar dari grup.
Satrio, sang gitaris, keluar pada pergantian tahun 2007 ke 2008 dan diganti oleh Lale, gitaris beraliran rock. Lale inilah yang cukup kuat mewarnai musik Maliq sehingga album teranyar, Mata Hati Telinga, menjadi berbeda. ”Lebih light, lebih ngepop lagi,” kata Angga.
Dengan kemandirian yang dibangun selangkah demi selangkah, Maliq ingin pada suatu saat menjadi bagian dari arus utama industri musik.
Maliq saat ini telah memiliki studio rekaman berlabel Organic, yang telah dan akan menampung band serta penyanyi yang seselera dengan Maliq. Sejauh
”Kami jadi punya tanggung jawab sendiri akan produk kami. Kami jadi terus mikir, apa yang harus dilakukan. Totalitas tidak hanya sewaktu di panggung, tetapi juga sesuatu yang lain. Kami ingin sebuah tim yang kuat,” tambah Widi lagi.
Dari tujuh personel, Amar masih kerja kantoran di Indomobil. Otomatis, ia bekerja ekstra. Pulang kantor, Amar yang bapak dua anak ini bisa langsung meluncur ke bandara, terbang ke luar kota untuk manggung. Esok hari begitu mendarat kembali di Jakarta, Amar langsung menuju kantor. Luar biasa.