JAKARTA, KOMPAS.com — Seusai memenuhi panggilan Tim Delapan, Rabu (11/11), mantan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widaryatmo buka-bukaan soal ketidakberesan yang ada di tubuh KPK.
Bermula dari penjelasannya soal penarikan kembali dirinya ke tubuh Polri, jenderal bintang satu ini mengatakan satu-satunya alasan karena integritasnya bertabrakan dengan kepentingan individu pimpinan KPK. "Waktu itu adalah usulan Pak Antasari untuk saya ditarik ke Polri," ujarnya di depan pers.
Pengalamannya yang terkait langsung dengan kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah adalah mekanisme pengeluaran surat cekal terhadap Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra. Menurut Bambang, pencabutannya menyalahi prosedur. Dia dan sejumlah penyidik waktu itu telah menyatakan ketidaksetujuannya karena Joko ataupun Anggoro tak pernah datang ketika dipanggil untuk diperiksa.
Pengalaman keduanya yang dirasakannya janggal adalah saat pimpinan KPK mengambil keputusan dalam kasus suap pengalihan fungsi hutan di Banyuasin, Sumatera Selatan, yang melibatkan Gubernur Sumsel waktu itu, Syahrial Oesman. Ia menceritakan, waktu itu ia sudah mengeluarkan perintah untuk melakukan penggeledahan di sebuah ruangan.
"Penggeledahan, saya sudah lengkap dengan surat penggeledahan dari pengadilan. Petugas sudah ada di sana. Ternyata pada saat penyidik mau lakukan penggeledahan, datang perintah dari pimpinan bahwa tidak usah menggeledah, padahal saya mau cari ada bukti di dalam ruangan berdasarkan keterangan dari saksi-saksi," lanjutnya.
Instruksi itu, seperti diketahuinya, datang dari Antasari Ashar melalui Chandra M Hamzah dan Deputi Penindakan KPK Ade Raharja, tanpa melalui dirinya. Penyidik pun kebingungan.
Contoh pengalaman lainnya adalah kasus suap Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Menurutnya, kasus ini sudah tergolong lama, tetapi justru baru diangkat tahun ini. Waktu itu, katanya, di bawah kepemimpinannya, KPK telah melakukan penggeledahan dan menemukan bukti-bukti berupa cap stempel, data dari laptop, maupun komputer yang mengarah pada keterlibatan PT Masaro Radiokom yang dipimpin Anggoro Widjojo dan Departemen Kehutanan yang dipimpin MS Kaban.
"Saya kan sudah menemukan bukti-bukti tapi tidak diangkat-angkat. Sekarang kan sudah diangkat menyangkut Masaro. Waktu itu kita ingin, sudah dapat bukti, tapi tidak bisa diangkat penyidikan waktu itu. Ada bukti, saya sarankan ini diangkat," tandasnya.
Sementara itu, anggota Tim Delapan Anies Baswedan mengatakan informasi Bambang tergolong baru bagi tim, tetapi hanya untuk melengkapi data-data yang sudah ada selama ini.
"Dalam keterangan Pak Bambang, kita lihat proses internal di KPK tidak terlalu baik tapi tidak terkait benar dengan kasus Bibit dan Chandra. Tapi memang itu proses internal kita lihat untuk menyusun rekomendasi akhir," ujar Rektor Universitas Paramadina ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.