Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AT Mahmud, Kerisauan Seorang Pendidik

Kompas.com - 04/02/2010, 09:34 WIB

Berbicara tentang lagu anak-anak, kita tidak bisa melupakan nama-nama, seperti almarhum Pak Dal, Pak Kasur, dan Ibu Kasur. Mereka umumnya guru yang sering berkumpul dengan anak-anak. Hal ini mendorong mereka menciptakan lagu yang sesuai perkembangan psikologi anak. Maka, lahir lagu anak-anak untuk permainan, atau yang berbicara tentang alam, atau mengungkap kasih orangtua.

Bagi AT Mahmud sendiri, kebebasan dari orangtua telah mendorongnya untuk membuat lagu anak-anak yang bertutur tentang alam atau kebesaran Tuhan, seperti tecermin dalam lagu Pelangi, Bintang Kejora, dan Amelia. Meskipun sudah banyak membuat lagu anak-anak, AT Mahmud masih terus merasa risau. Ini adalah kerisauan seorang pendidik. Pasalnya, meskipun banyak lagu anak-anak sudah tercipta dari sejumlah komponis, tetapi yang dikenal hanya beberapa.

Bagaimanapun juga, seni—termasuk lagu—mempunyai fungsi sosial. Artinya, karya itu baru berarti bila dikomunikasikan. Sebagus apa pun lagu, jika tidak dikomunikasikan, tidak akan dikenal. Sebaliknya, sejelek apa pun lagu jika terus diekspos, akan tertanam di benak dan dianggap bagus.

"Maaf, ya, saat ini, media televisi kita lebih banyak memberikan porsi musik untuk konsumsi orang dewasa. Ada pop, ada jazz, ada dangdut, keroncong, dan lainnya. Untuk anak-anak? Mana? Dalam persaingan televisi yang kian ketat, kebutuhan anak-anak akan lagu-lagu mereka sepertinya terlupakan. Mungkin media lupa bahwa mereka juga harus mengemban aspek pendidikan," kata AT Mahmud terpatah-patah.

Maka, tidak perlu heran bila sekarang ini perbendaharaan lagu-lagu yang dimiliki anak-anak lebih banyak berisi lagu-lagu dewasa. Anak-anak kecil sudah fasih menyanyikan lagu-lagu cinta.

"Anehnya, kita semua sering merasa biasa saja. Seolah tidak ada yang perlu dirisaukan. Tetapi, saya amat risau dengan keadaan ini," tutur AT Mahmud.

Peran sekolah

AT Mahmud juga menyoroti kurangnya perhatian kita terhadap musik anak-anak. Sejauh ini, kita belum pernah berbicara, seperti apa sebenarnya musik anak-anak itu, bagaimana aransemennya, alat musik apa yang cocok untuk anak-anak.

Yang terjadi, musik anak-anak sering sudah diplot sehingga yang terlahir bukan lagi musik anak-anak murni, tetapi tak lebih dari musik orang dewasa yang dimainkan anak-anak.

Perlu dipahami, anak-anak amat suka dengan bunyi-bunyian. Maka, kepada mereka selayaknya diberi alat musik perkusi, tamborin, drum, simbal, dan lainnya yang bisa dipukul- pukul. Bunyi-bunyi yang dipukul berirama akan mendorong imajinasi anak. Dan, pada saat itu, imajinasi anak bisa berkembang, mengembara tanpa batas.

Hilangnya lagu-lagu anak juga disebabkan oleh sekolah yang tak lagi memberikan perhatian pada pelajaran kesenian ini. Dalam kurikulum, mata pelajaran menyanyi digabungkan dengan paket pelajaran kerajinan dan kesenian. Di dalamnya, tercakup keterampilan, seni rupa, seni musik, seni tari, dan lainnya dengan waktu yang tak lebih dari dua jam pelajaran.

Cukupkah waktu dua jam? Padahal, pelajaran seni itu terkait upaya mengasah kepekaan jiwa, menumbuhkan harmoni, dan menghargai keindahan. Agaknya, penyatuan seluruh pelajaran kesenian diarahkan pada keterpaduan.

"Masalahnya, mampukah para guru kita menangani seluruh pelajaran kesenian itu? Pada akhirnya, yang diajarkan adalah pelajaran tentang seni, bukan bagaimana berkesenian. Saya menduga, banyak guru SD yang mengalami kesulitan dalam mengajarkan kesenian," lanjut AT Mahmud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com