Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasa Melayu "Upin dan Ipin"

Kompas.com - 28/03/2010, 04:29 WIB

Pembuatnya pun berhasil mengemas tema agama ini dalam bahasa anak-anak yang lugu. Upin dan Ipin yang tidak sabar untuk berbuka, misalnya, berfantasi ketika melihat gambar seekor ayam. Mereka membayangkan gambar ayam itu sebagai ayam goreng betulan yang lezat. Upin dan Ipin pun melayang-layang dikelilingi belasan ”ayam goreng” itu hingga mereka tersadar.

Pendekatan film animasi itu memang kocak. Di sebuah episode yang ditayangkan pertengahan Maret, Upin dan Ipin serta kawan-kawannya diceritakan berburu harta karun. Ketika hendak memasuki sebuah goa, mereka dihadang raksasa bertubuh batu. Bukannya mengusir secara kasar Upin dan kawan-kawan, makhluk itu justru memberi tebak-tebakan.

Kelucuan juga muncul ketika Upin dan kawan-kawan disandera dan diikat kelompok suku terasing di sebuah hutan. Ketika pemimpin itu mendekati Upin dengan wajah marah, Upin berkata, ”Kalau ratu marah, jadi tidak cantik.”

Film animasi ini juga secara cerdas memotret pluralitas, kerukunan etnis di Malaysia, tanpa perlu berkhotbah tentang perlunya persatuan dan kesatuan nasional. Keberagaman itu ditampilkan dalam sosok teman-teman Upin dan Ipin yang berasal dari etnis selain Melayu, seperti Mei Mei dari keluarga berdarah China dan Ijat dari keluarga India.

Bahkan, Upin & Ipin juga pernah menampilkan sosok anak Indonesia—mungkin anak TKI—yang kebingungan karena uang rupiahnya ditolak ketika hendak membayar makanan yang dibeli di warung. Kemudian, dijelaskan bahwa mata uang Malaysia adalah ringgit, sedangkan Indonesia menggunakan rupiah.

Melayu

Lanskap kultural Upin & Ipin sangat jelas, yaitu sebuah negeri di tanah Melayu dengan segala persoalan anak Melayu dan disampaikan dengan sangat Melayu. Dalam konteks tontonan televisi di Indonesia, rasa membumi seperti si Upin itu bisa kita temukan dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan tayangan RCTI era 1990-an.

Kemampuan untuk membumikan sebuah cerita film maupun sinetron justru menjadi kelemahan utama kebanyakan tontonan di Indonesia. Banyak tontonan televisi kita tidak berpijak pada akar budaya dan problematika negeri bernama Indonesia.

 ”Betul... betul... betul?”

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com