Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TOHPATI PUN BERTERIAK, "PESING..."

Kompas.com - 26/07/2010, 14:14 WIB

Saat perayaan HUT Ke-45 Harian Kompas di pelataran Monumen Serangan Oemoem 1 Maret, Yogyakarta, Senin (28/6) malam, salah satu musisi jazz yang mengisi acara, Tohpati, turun dari panggung usai menghibur 500-an penonton. Ia pun bergegas menuju lokasi istirahat artis di belakang panggung berharap bisa melepas lelah.

Peluh membasahi tubuhnya, napas pun ditarik dalam-dalam demi memasok sebanyak mungkin oksigen ke paru-paru. Dasar sial, bukan segarnya udara Yogyakarta yang didapat, melainkan aroma pesing yang menusuk dan memusingkan kepala. Kenyamanan istirahat yang diharap pun musnah.

"Di sini keren buat manggung. Lokasi bagus, suasana asyik, penonton juga oke. Tapi, cuma satu kurangnya, pesingnya minta ampun," ujar Tohpati kala itu mengomentari kondisi monumen bersejarah tersebut.

Kesan indah yang telah terbangun atas Yogyakarta pun ternoda karena nila setitik itu. Tohpati tak sendirian, keluhan demi keluhan masyarakat telah sering kali dilayangkan kepada Pemerintah Kota Yogyakarta.

Problem berpangkal dari minimnya toilet umum yang tersedia di ruas Malioboro hingga Monumen SO 1 Maret. Jantung wisata dan niaga sepanjang 1,3 km itu hanya memiliki lima toilet umum. Meski cukup bersih, sebagian besar toilet terletak tersembunyi dengan kapasitas kecil dan sarana seadanya.

Masalah makin pelik karena toilet-toilet itu tak gratis. Karena alasan keamanan, hanya satu toilet yang berani buka 24 jam. Bahkan, ada toilet yang beroperasi saat musim liburan.

Alhasil, wisatawan maupun para pembayar pajak lain yang beraktivitas di sekitar Malioboro mesti direpotkan saat harus buang hajat. Mereka yang berkesadaran tipis memilih solusi cepat nan gratis dengan kencing di sembarang tempat.

Namun, terusiknya hidung bukan satu-satunya ekses kejorokan itu. Beberapa pihak juga harus menanggung kerugian materi yang tak sedikit karenanya, salah satunya pengelola Museum Benteng Vredeburg yang sekaligus menangani Monumen SO 1 Maret.

Kepala Museum Vredeburg Sri Ediningsih mengatakan, sejak menjabat dua tahun lalu, ia telah empat kali mengganti beberapa teralis pagar museum dan monumen karena karat dan patah. Urine dari orang-orang yang mengencingi teralis mempercepat proses korosi besi.

"Padahal, satu kali las teralis, biayanya bisa mencapai Rp 850.000," ujarnya. Bukan hanya itu, tembok Benteng Vredeburg pun tak lepas dari jejak-jejak urine yang membuat cat cepat kusam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com