Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati Liarnya Komodo

Kompas.com - 10/12/2010, 04:02 WIB

”Semua mata dunia tertuju kepada kami. Kami maunya lari secepat mungkin, tapi kami juga melihat kondisi aktual kami,” kata Bupati Manggarai Barat Agustinus Dulla.

Dulla baru dua bulan terpilih sebagai Bupati Manggarai Barat. Beberapa kali ia sempat tercenung di tengah wawancara di sela-sela pesta yang digelar di desa terpencil di kabupaten itu. Ia tahu benar bahwa kerja besar menunggu di depan mata.

Kita perlu mengapresiasi langkah Dulla yang melarang aktivitas pertambangan yang menjadi ancaman bagi keberlanjutan TNK, pariwisata Manggarai Barat, dan kelestarian alam NTT. Awal Oktober 2010, ia mengeluarkan surat keputusan untuk menghentikan semua aktivitas penambangan. Pertambangan dinilai tidak bersinergi dengan pembangunan sektor pariwisata yang menjadi prioritas bagi Manggarai Barat.

Menurut dia, mendatangkan turis ke Manggarai Barat harus diikuti dengan upaya mempermudah akses. Hal itu berarti menurunkan biaya untuk sampai ke Labuan Bajo hingga ke kawasan TNK. Akses yang terbuka antarkecamatan dan kabupaten berarti membuka pintu bagi pemberdayaan masyarakat setempat. Dulla ingin agar buah dan sayuran bagi turis di Labuan Bajo dipasok masyarakat setempat. Selama ini sayuran datang dari Pulau Bima, Nusa Tenggara Barat, sementara buah datang dari Jawa dan Bali.

Bali menjadi pintu utama menuju Labuan Bajo. Hingga saat ini, baru pesawat berbadan kecil yang bisa mendarat di Bandara Komodo di Labuan Bajo. Di Labuan Bajo baru ada tiga hotel berbintang.

Kini landasan pacu bandara sudah diperpanjang menjadi 1,8 kilometer sehingga cukup untuk didarati pesawat jenis Fokker 50. ”Idealnya, panjang landasan bisa 2 kilometer sehingga Fokker 28 bisa mendarat di sini, sedang kami upayakan serius,” kata Dulla seraya berharap dana dari pemerintah pusat dalam bentuk dana alokasi khusus ke daerahnya diperbesar.

Menurut Kepala Balai TNK Sustyo Iriyono, pengembangan kepariwisataan TNK tidak mungkin dibuka seluas-luasnya karena harus mengutamakan konservasi komodo dan habitatnya. Hingga kini, hanya kawasan Loh Liang dan Loh Buaya seluas 160 hektar yang dibuka.

Menurut dia, tidak mudah menjaga kelestarian kawasan TNK. Dalam Rencana Pengelolaan 25 Tahun (2000-2025) Taman Nasional Komodo yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam terungkap, beberapa habitat darat dan perairan di areal TNK rusak parah. Sekitar 150 kilometer persegi ekosistem darat TNK rusak akibat kebakaran dan pengambilan pohon lontar. Terumbu karang terancam hancur karena praktik penangkapan ikan yang merusak, seperti pengeboman dan penggunaan sianida.

Untuk mengurangi kecenderungan itu, Balai TNK beberapa tahun terakhir memberdayakan masyarakat lewat aneka pelatihan serta menawarkan mata pencarian alternatif, seperti pengembangan perikanan pelagis, budidaya ikan, dan rumput laut.

Saat ini kita masih menunggu pengumuman hasil jajak pendapat New 7 Wonders of Nature. Apa pun hasilnya, jangan mengurangi semangat Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Balai TNK, beserta pemangku kepentingan untuk menyiapkan ”karpet merah” bagi wisatawan sekaligus memberdayakan masyarakat dan membawa komodo mendunia.

Benny D Koestanto/Mawar Kusuma Wulan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com