Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elfa Secioria dalam Kenangan

Kompas.com - 09/01/2011, 08:25 WIB

KOMPAS.com — "Tepuk tangan yang bunyinya seperti hujan, wuzzz..., membuat saya merinding," kata Elfa suatu kali kepada Kompas. Elfa saat itu sedang bercerita tentang pengalaman menjadi konduktor orkes simfoni di Budokan Hall, Tokyo, dalam pergelaran World Popular Song Festival tahun 1982. Elfa membawa-bawa nama Indonesia dalam puluhan kali penampilannya di berbagai negara, termasuk lewat kelompok paduan suara Elfa’s Singers.

Pria kelahiran, Garut, Jawa Barat, 20 Februari 1959, bernama lengkap Elfa Secioria Hasbullah itu meninggal Sabtu (8/1/2011) sore di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta, setelah dirawat beberapa hari. Elfa meninggalkan istri, Vera Sylviana Yachya (dinikahi 1991) serta tiga anak: Hariza Ivan Camille (17), Raisa Iva Cavel (16), dan Cesyl Athaya Fawziya (12). Jenazah Elfa direncanakan dikebumikan hari ini (Minggu, 9/1/2011).

Sejumlah tokoh kepada Kompas menyatakan rasa kehilangan pada Elfa Seciora Hasbullah yang mereka sebut sebagai pemusik dengan integritas tinggi pada kesenian. Elfa, misalnya, pernah mengungkapkan keprihatinannya pada lagu anak-anak yang dibuat asal-asalan dan kurang layak dikonsumsi telinga anak. ”Kita sudah telanjur dijejali dengan musik seperti itu dari televisi. Memang perlu pembiasaan agar anak menjadi akrab dengan musik yang baik,” katanya.

Bagi Elfa, seni untuk anak tidak bisa dengan sembarangan dibuat. Ia memberi contoh lagu-lagu pada film The Sound of Music yang dibuat dengan sangat serius dan termasuk tidak gampang dibuat, tetapi bisa diterima oleh anak-anak sepanjang zaman dan di berbagai pelosok dunia.

Elfa tidak hanya sebatas prihatin, tetapi nyata berkarya. Ia antara lain berkarya dengan menggarap musik Sherina lewat album Andai Aku Besar Nanti yang bisa dikatakan sebagai album lagu anak-anak dengan garapan musik terbaik selama ini. Sayang, kebiasaan membiasakan anak-anak dengan musik yang baik itu tidak berlanjut setelah Elfa. Menyusul kesuksesan album tersebut, Elfa juga menggarap musik Petualangan Sherina.

Elfa seperti selalu hadir dengan karya -karya terbaik. Lagu-lagu Elfa sering unggul dalam festival. Pada Festival Lagu Pop 1986, misalnya, dua lagu Elfa memborong dua dari tiga penghargaan yang disediakan, yaitu untuk lagu ”Seandainya Kita Selalu Satu” dan ”Ayun Langkahmu”.

Lantaran itu, kemudian ada yang menyebut lagu-lagu Elfa sebagai ”lagu festival”. Sebutan itu didasari oleh kualitas lagu Elfa yang tidak pasaran. Elfa adalah seniman tulen yang

tidak mau mengekor selera pasar. Yana Julio, penyanyi yang puluhan tahun bergaul dalam komunitas kesenimanan Elfa, menilai, Elfa bisa menciptakan musik yang diterima secara universal.

”Meski tren musik berubah-ubah, Elfa bisa membaca situasi. Dia juga punya kepekaan terhadap aransemen hingga musiknya bisa tetap diminati,” kata Yana, yang terakhir bertemu Elfa saat mengisi acara malam Tahun Baru 2011 di sebuah hotel di Jakarta.

Elfa dipersiapkan dengan matang di pentas musik. Selain oleh ayahnya, Hasbullah, yang mendidiknya dengan disiplin, Elfa juga belajar musik dari pemusik senior, seperti FA Wasono dan Iskandar. Elfa mempunyai dasar jazz yang kuat. Tahun 1967, pada usia delapan tahun, Elfa membentuk trio jazz Ivade dan tampil di Istora Senayan, Jakarta. Sewaktu kelas lima SD, Elfa telah menjadi pemain profesional dengan bermain vibrafon di Hotel Savoy Hommand, Bandung. Hingga SMA, Elfa kaya pengalaman bermain musik di kelab-kelab di Bandung.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau