Berbagai hal ”menggelikan” di DPR itu, menurut Nurul, antara lain disebabkan oleh sistem pemilu dengan suara terbanyak. Kebijakan tersebut membuat banyak anggota legislatif hanya bermodalkan uang dan popularitas ketika duduk di DPR.
Padahal, anggota DPR tidak hanya dituntut menguasai persoalan. Mereka juga harus memiliki kepekaan dan kemampuan mengorganisasi massa.
Tuntutan itu membuat anggota DPR yang umumnya berhasil menjalankan tugasnya dengan baik ialah yang sebelumnya telah bermetamorfosis cukup lama, misalnya melalui kegiatan sosial atau aktivitas partai. Ironisnya, tak banyak anggota DPR yang sebelumnya mengalami metamorfosis itu.
Beragamnya latar belakang dan kepentingan anggota DPR, juga menyulitkan adanya komitmen bersama di lembaga tersebut. Bahkan, menurut Nurul, tidak ada komitmen bersama di DPR, yang ada hanyalah komitmen individual.
”Saya sering berusaha berbagi tugas dengan teman-teman fraksi di Komisi II, seperti membagi pertanyaan. Namun, ini sering ditanggapi dengan sinis. Saya dicurigai ingin menonjolkan diri, dan orang pada dasarnya juga tidak suka didikte,” kata Nurul.
Kondisi itu akhirnya membuat Nurul memutuskan lebih banyak bekerja dengan cara dan komitmennya sendiri.