Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bandung Berisik Meruntuhkan Mitos Rusuh

Kompas.com - 17/06/2011, 02:27 WIB

Festival musik cadas Bandung Berisik V dihelat dengan sangat spektakuler dan berakhir aman tanpa kerusuhan. Berambisi jadi konser metal terbesar se-Asia Tenggara.

Antropolog dan sineas Sam Dunn dalam film dokumenter Global Metal (2008) menggambarkan komunitas metal di Indonesia menyeruak deras akibat represi rezim Orde Baru selama 32 tahun. Pada awal dekade 1990, penggemar musik keras Indonesia berkesempatan meluapkan rasa frustrasi dan depresi itu dengan kedatangan dua raksasa metal dunia: Metallica dan Sepultura. Tak jarang, konser metal dicoreng kerusuhan.

Max Cavalera, yang saat itu masih jadi vokalis Sepultura, mengisahkan, puluhan ribu penonton di Stadion Tambaksari, Surabaya, pada 11 Juli 1992 berhadap-hadapan langsung dengan tentara dan polisi. ”Gelombang penonton tak terbendung. Saat situasi memanas, aparat memerintahkan 20.000 penonton untuk duduk diam selama kami tampil. Itu baru pertama kali terjadi pada konser Sepultura. Menyebalkan sekali,” katanya.

Pendapat personel Metallica, Lars Ulrich, pun serupa. Dari balik perangkat drumnya, ia bisa melihat kepulan asap dan kobaran api di luar Stadion Lebak Bulus, Jakarta, pada 10 April 1993, tempat band trash metal terpopuler sejagat ini tampil. ”Lokasi konser berada di jantung kota tempat para politikus dan uang kotor mereka berputar. Orang-orang muak akan hal itu,” kata Ulrich.

Kerusuhan memang pecah saat konser Metallica itu. Akibatnya, selama bertahun-tahun, tidak ada konser metal dari band luar negeri. Tapi, hasrat bermusik dari penggemar metal di Tanah Air seolah tidak bisa lagi dikekang.

Ujungberung

Di Ujungberung, di sisi timur Kota Bandung, sejumlah anak muda menggagas pentas musik cadas pada 23 September 1995, dengan nama Bandung Berisik untuk menunjukkan lagu metal bikinan mereka sendiri. Uniknya, acara ini merupakan bagian dari perayaan Hari Kemerdekaan RI, dan dikerjakan bersama-sama pemuda karang taruna setempat. Penampilnya adalah band-band dari Ujungberung, dengan kekuatan sistem suara tidak lebih dari 2.000 watt. Komunitas metal ini kemudian menamakan diri mereka Ujungberung Rebel Homeless Crew.

Momen pembuktian pun tiba. Pentas Bandung Berisik IV pada 10 Agustus 2003 di Stadion Persib, Bandung, disaksikan 25.000 pasang mata. Majalah Time edisi Asia mengganjar festival ini sebagai festival metal bawah tanah terbesar se-Asia Tenggara.

”Gelar itu awalnya jadi beban bagi kami dalam menggelar Bandung Berisik V ini. Tapi, saya yakin ini tetap jadi festival metal terbesar se-Asia Tenggara lagi,” kata Giovitano, Direktur Atap Promotions, pengelola acara ini.

Untuk merancang festival itu, konon dikeluarkan biaya tak kurang dari Rp 600 juta. Sponsor utama produsen rokok pun digandeng. Sebanyak 23 band cadas tampil bergantian, tak hanya dari Bandung. Ada Cranial Incisored dari Yogyakarta, Down for Life dari Solo, Screaming Factor dari Malang, Seringai dari Jakarta, Parau dari Bali, dan Critical Defacement dari Makassar. Tuan rumah diwakili, antara lain, Burgerkill, Jasad, Forgotten, Komunal, dan Godless Symptoms. Kekuatan sistem suara yang dipakai tidak tanggung-tanggung: 120.000 watt.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com