Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Michella Wiriahardja: Paduan Kelembutan dan Kekuatan

Kompas.com - 15/09/2011, 21:31 WIB

KOMPAS.com - Mungil, feminin, lemah lembut. Namun, kualifikasinya soal struktur bangunan, desain jembatan, dan infrastruktur. Michella Wiriahardja (26) memang merupakan paduan kelembutan dan kekuatan.

Di atas meja di ruang kerjanya di kawasan Jakarta Selatan tergeletak buku tentang olahraga perahu naga. Di dalamnya terlihat beberapa gambar Michella yang bersimbah keringat dan basah kuyup sedang mengepalkan tangannya, merayakan kemenangan bersama rekan-rekan satu timnya. ”Ini sewaktu perusahaan tempat saya bekerja di Kanada memenangi kejuaraan perahu naga,” kata Michella sambil tersenyum.

Sulit membayangkan gadis mungil yang tutur sapanya lembut ini beradu otot dengan mendayung perahu berawak belasan orang yang sebagian besar pria berbadan tinggi besar. Namun, itulah Michella. Selalu penuh kejutan.

Seperti ketika ia menjadi satu-satunya perempuan insinyur lapangan di perusahaan kontraktor yang semua pegawainya laki-laki. ”Saya tak merasa canggung atau khawatir karena sejak awal mendalami bidang teknik sipil, saya sudah tahu bahwa bidang ini kering perempuan. Pertanyaan pada diri saya hanyalah bagaimana saya bisa memenuhi ekspektasi perusahaan. Dan, selama ini saya bisa membuktikan itu,” kata Michella yang memperoleh beasiswa dari Universitas British Columbia (UBC) dari tahun 2002 sampai 2008.

Sejak masih kuliah, Michella sudah banyak terlibat proyek lapangan, mulai pembangunan gedung, pembuatan jalan tol, sampai pembenahan saluran air. ”Salah satu proyek yang saya ikut terlibat adalah pembangunan gedung yang lokasinya dekat tempat kos saya. Saya mengikuti prosesnya dari pembuatan fondasi sampai dengan pembangunan lantai satu. Ada perasaan bangga ketika gedung itu selesai. Suatu hari, saya mengunjungi restoran di gedung itu, saya ngomong ke teman-teman, ’Saya ikut andil, lho, di bagian ini....’”

Bisa jadi ketertarikan ini sudah dimulai sejak Michella masih kanak-kanak. Ia suka mengutak-atik mainan susun-menyusun, seperti balok dan lego. Setelah lebih dewasa, ia gemar mengamati gedung. ”Tidak cuma arsitekturnya, tapi bagaimana sampai bangunan itu bisa berdiri,” ungkapnya.

Ia juga cinta pada matematika dan fisika sehingga pada tahun pertama kuliah, ia memilih bidang sains murni. Namun, karena lebih banyak berada di laboratorium, lama-lama ia bosan dan pindah jurusan ke teknik sipil. ”Di sini, saya merasa cocok banget karena saya bisa membayangkan pembangunan gedung, jalan, jembatan yang bisa digunakan banyak orang, tidak hanya dinikmati pribadi,” tutur Michella.

Ini juga yang membawa dirinya ikut dalam tim peninjau tsunami Sumatera Utara, tahun 2005, bersama para senior dan profesornya dari UBC. Tim ini diminta membuat panduan pembangunan rumah yang tahan gempa.

”Karena saya bisa berbahasa Indonesia, peran saya lebih bersifat koordinasi sehingga saya ditempatkan di Medan dan melakukan sosialisasi dengan yayasan-yayasan lokal. Pulang dari Indonesia, saya ambil jurusan earthquake engineering,” kata Michella yang setelah lulus sempat bekerja selama dua tahun di sebuah perusahaan konstruksi di Kanada.

Jakarta-ku
Total, 11 tahun Michella tinggal di Kanada. Meski demikian, ia selalu rindu pulang. Vancouver memang indah, katanya, ”but Jakarta is home.” Meskipun lalu lintasnya ruwet, sering banjir, dan nyaris tak ada trotoar untuk pejalan kaki, bagi Michella, tak ada yang bisa menandingi jajanan Jakarta. ”Saya paling suka kerak telor, es podeng, es doger, sama sate padang. Sejak awal tinggal di Vancouver pun, saya tahu saya akan kembali pulang ke Jakarta,” ujar perempuan yang kembali menetap di Jakarta sejak tahun 2010 ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com