Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angkie Yudistia, Mendengar dengan Hati

Kompas.com - 25/10/2011, 19:43 WIB

”Selesai kuliah, saya bertemu dokter yang dulu menyarankan tak melanjutkan sekolah. Dia speechless (terdiam kagum),” kata Angkie.

Bangkit
Menjadi manusia yang dianggap ”berbeda” sejak usia 10 tahun sempat membuat Angkie terguncang. Namun, dia mulai membuka diri ketika kuliah dengan mengikuti pemilihan Abang None Jakarta tahun 2008 dan menjadi finalis untuk wilayah Jakarta Barat. Angkie juga kuliah sambil bekerja.

Perkenalannya dengan dunia kegiatan sosial dimulai ketika bergabung dengan Yayasan Tunarungu Sehjira pada 2009. Tahun lalu, Angkie menjadi salah satu delegasi Indonesia dalam acara Asia-Pacific Development Center of Disability di Bangkok, Thailand.

Ada yang membuat Angkie miris tentang persepsi dan perlakuan orang terhadap warga difabel. Orang-orang dengan kekurangan seperti dirinya dianggap tak memiliki kemampuan apa-apa, termasuk di dunia kerja. Angkie, misalnya, pernah tidak diterima bekerja karena tak bisa menerima telepon.

”Padahal, orang difabel punya hak yang sama dengan yang fisiknya normal. Mereka juga sudah berusaha mencari pekerjaan, tetapi tetap saja dianggap tak mampu apa-apa,” kata Angkie.

Angkie mendengar suara nurani para difabel. Dari kenyataan itulah ia memilih untuk terjun di dunia sosial. ”Bekerja di kantor membuat saya aman karena memiliki penghasilan tetap setiap bulan. Namun, saya merasa belum nyaman. Kenyamanan inilah yang saya dapat dengan terjun di dunia sosial,” tuturnya.

Dengan bantuan seorang teman, Angkie membuat perusahaan yang berorientasi sosial sekaligus bisnis dengan nama Thisable Associate, pelesetan dari kata disable. ”Thisable ingin menunjukkan bahwa orang-orang disable punya kemampuan, bukannya orang yang tidak berguna,” kata Angkie.

Salah satu program yang dibuat Thisable Associate adalah menjual program corporate social responsibility (CSR) yang terkait dengan orang disable pada perusahaan. ”Kami juga akan menyediakan tenaga kerja disable yang kapasitasnya sesuai,” katanya.

Semangat Angkie untuk membantu warga difabel tak hanya karena kesamaan latar belakang. Ada satu momen pada masa kuliah yang lantas membuatnya bisa mencurahkan energi untuk hal-hal positif.

”Satu kali dalam perjalanan di kereta api, saya ngobrol dengan seorang bapak. Seolah bisa memahami apa yang saya rasakan, bapak tersebut memberi saran agar saya jangan membuang energi untuk memikirkan masalah. Saya harus mengeksplorasi sisi positif dari diri saya. Nasihat bapak yang sekarang entah di mana itu ternyata begitu tertanam di benak saya sampai sekarang,” cerita Angkie.

(Yulia Sapthiani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com