Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangun Komunikasi Efektif dan Konstruktif

Kompas.com - 01/11/2011, 01:40 WIB

Jakarta, Kompas - Komunikasi efektif dan konstruktif antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua merupakan hal yang sangat penting untuk mengerti keinginan dan menangkap masalah yang dikehendaki masyarakat Papua.

”Jika Aceh bisa damai, mengapa Papua tidak? Saya berkomunikasi langsung dengan para aktivis Papua, termasuk dari kelompok antipemerintah. Terkadang datang rombongan hingga 30 orang dari tokoh masyarakat hingga yang berpandangan anti-Jakarta,” kata Kepala Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) Bambang Dharmono, Senin (31/10).

Mantan Panglima Komando Operasi Aceh dan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional itu mengakui, menjalin komunikasi sangat penting untuk mengerti keinginan yang disampaikan masyarakat Papua.

Bambang setuju ada dialog Jakarta-Papua, tetapi formatnya dialog tentang Papua. ”Dialog Jakarta-Papua seperti menggambarkan ada keterpisahan antara Jakarta dan Papua. Integrasi teritorial adalah fakta yang sudah selesai dengan persetujuan 80 negara anggota PBB, ada yang abstain, tetapi tidak ada yang menentang,” ujar Bambang.

Persoalan di Papua adalah masalah integrasi sosial agar warga Papua memiliki kedudukan setara dengan warga negara Indonesia lainnya. Namun, persoalan itu juga terhadang masalah korupsi massal yang terjadi di kalangan elite politik Papua.

Keseriusan pemerintah membangun komunikasi efektif dan konstruktif disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah Velix Wanggai. ”Kita (pemerintah) ingin bangun saling kepercayaan. Jakarta percaya kepada Papua, Papua percaya kepada Jakarta. Kita tidak ingin saling menyalahkan. Ini saatnya membangun komunikasi yang konstruktif dengan masyarakat Papua,” kata Velix Wanggai, Senin.

Menurut Velix, ada berbagai persoalan yang merupakan warisan masa lalu di Papua, baik struktural maupun kultural. Selain kemiskinan, kesenjangan budaya, serta kesenjangan pembangunan antargolongan penduduk dan antarwilayah, Papua juga menghadapi persoalan sosial budaya yang beragam, kondisi geografis yang luas, dan penduduk yang tersebar tidak merata.

Pendekatan pembangunan yang menyeluruh, terintegrasi, dan terpadu menjadi pilihan pemerintah untuk mengatasi persoalan itu. Strategi pembangunan yang dipilih berdimensi kewilayahan melalui kluster-kluster, disesuaikan dengan budaya masyarakat pantai, pegunungan, sungai, dan perbatasan. ”Presiden SBY menyebut grand design pembangunan di Tanah Papua ini sebagai ’New Deal for Papua’ yang menekankan pendekatan sosial ekonomi, pendekatan sosial, politik, budaya,” kata Velix.

Desain besar pembangunan Papua tersebut diarahkan pada percepatan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat di kampung-kampung, yang mencakup pengoptimalan kebijakan penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, revitalisasi pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta percepatan pengembangan transportasi dan infrastruktur.

Disinggung pembentukan UP4B, Velix menyatakan, langkah itu merupakan terobosan untuk mengoreksi langkah-langkah yang selama ini bersifat business as usual dalam menangani Papua. ”Melalui UP4B, Presiden SBY memberikan kewenangan teknokratis kepada unit khusus ini untuk memadukan, menyinkronkan, dan mengoordinasikan perencanaan pembangunan yang bersifat khusus bagi Papua dan Papua Barat. UP4B akan memadukan aspek pembiayaan pembangunan lintas sektoral bagi Papua serta mengefektifkan pengendalian dan evaluasi pembangunan bagi tanah Papua,” tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com