Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Gelombang Korea" Menerjang Dunia

Kompas.com - 15/01/2012, 18:03 WIB

Perwakilan perusahaan Korea tumbuh subur di Indonesia. Berdasarkan data Pusat Kebudayaan Korea di Indonesia, saat ini, ada 1.300 kantor cabang perusahaan Korea yang didirikan di Indonesia. Seperti kata Yoon Jae-kwon, salah satu agen artis Korea, "K-Pop sebenarnya hanyalah bagian kecil dari gelombang (penetrasi budaya) Korea ke sejumlah negara."

Latihan keras

Bagaimana Korea bisa mengekspor produk budaya popnya? Kim Hyun-ki, Direktur Pusat Kebudayaan Korea di Jakarta, menceritakan, awalnya Pemerintah Korea berperan banyak. Sekitar 20 tahun lalu, misalnya, pemerintah memberi beasiswa besar-besaran kepada artis dari berbagai bidang seni untuk belajar di AS dan Eropa. Dari program itu lahirlah artis-artis berpengalaman.

Seni pop Korea—termasuk K-Pop—pun berkembang. Selanjutnya, K-Pop digerakkan sepenuhnya oleh pihak swasta. Kini, ada ratusan rumah produksi yang setiap tahun mencetak banyak artis K-Pop.

Yoon Jae-kwon menceritakan, semua artis K-Pop digembleng selama enam bulan hingga satu tahun. Tampilan fisik mereka juga dipoles sebelum diluncurkan sebagai artis tingkat global. "Sistem pelatihan ini sudah ada sekitar tahun 1990-an dan sangat dirahasiakan. Bahkan, calon penyanyi tidak akan tahu sistem itu sampai mereka ikut pelatihan."

Korea, kini, memetik buah dari keseriusan menggarap industri pop mereka. Etnews.com, situs berita teknologi informasi Korea mengutip data The Korea Creative Content Agency, memprediksi, pendapatan Korea dari ekspor budaya pop, termasuk musik, sinetron, dan games, di seantero dunia tahun 2011 berjumlah sekitar 3,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 35 triliun. Angka ini meningkat 14 persen dibandingkan dengan 2010.

K-Pop juga mendongkrak citra Korea. Jutaan orang tertarik berkunjung ke Korea, termasuk menengok Pulau Nami di Provinsi Gangwon-do yang menjadi lokasi shooting Winter Sonata, sinetron Korea yang meledak tahun 2002. Choi Jung-eun, staf pengelola Pulau Nami, mengatakan, dulu pulau kecil dan sepi itu hanya dikunjungi sekitar 200.000 turis per tahun. Kini, pengunjungnya rata-rata 1,6 juta turis setahun.

Zaman Asia

Gelombang Korea mengalir deras dan tak tertahankan ke sejumlah negara. Ini memang zamannya Asia. "Tidak heran proses asianisasi terhadap kebudayaan global pun terjadi," ujar pengamat komunikasi Idi Subandy.

Proses pengglobalan budaya pop Korea ini, menurut sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robert, sama dan sebangun dengan pengglobalan produk kebudayaan industri kapitalistik lain, seperti burger McDonald dan Coca-Cola. Korea bisa melakukan itu karena residu kebudayaan dominan di Asia memang dekat dengan Korea, selain Jepang dan China. Persebaran penduduk Korea, Jepang, dan China di berbagai belahan dunia kian mengukuhkan dominasi kebudayaan mereka.

Nah, bagaimana dengan Indonesia? Fenomena orang keranjingan budaya pop Korea di sini kian menegaskan bahwa Indonesia hanyalah pasar yang diperebutkan. Robertus Robert pesimistis kita bisa mencetak "Indonesian Wave". Pasalnya, industri hiburan kita lebih cenderung mencetak pengekor daripada inovator.

Sayang memang. Ini tantangan bagi industri kreatif Indonesia. (BSW/ROW/IYA/DAY/SF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com