Peran serta pemerintah
Marsha dan Aditya punya keinginan yang sama, yaitu membuat studio sendiri, membuat film animasi sendiri, dan bisa dijual atau dinikmati di negeri sendiri, syukur kalau bisa dinikmati di negara lain. Tetapi, jawaban mereka seragam terkait kendala yang dihadapi.
"Di sini (Indonesia) kurang ada dukungan dari pemerintah. Kebanyakan animator bergerak sendiri," kata Aditya.
Padahal, di Malaysia mereka difasilitasi berupa dukungan dana hingga kantor. Promosi film animasi juga didukung oleh berbagai pihak, terutama agar film animasi tersebut bisa dinikmati di negara lain.
Nasib film animasi lokal
Sebenarnya, film animasi lokal masih bisa berpotensi besar dan bisa diterima di negara lain. Aditya menyarankan agar animator bisa melakukan survei terlebih dahulu untuk mengetahui keinginan pasar. Selain itu, karakter tokoh pun akan lebih baik disesuaikan dengan konten lokal.
"Saya kagum dengan film Si Doel Anak Sekolahan dan Unyil. Film itu benar-benar membawa pesan moral bagi penontonnya. Suatu saat saya juga akan membuat film animasi yang seperti itu," katanya.
Tidak hanya itu, animator lokal juga harus berpromosi terhadap film animasi buatannya. Maksudnya, film tersebut agar bisa diketahui oleh orang lain, lembaga lain, bahkan institusi lain.
"Memang karakter penonton Indonesia itu unik, lebih suka produk dari negeri lain," katanya.
Tetapi, secara perlahan masyarakat Indonesia diharapkan bisa menghargai karya dari anak bangsa sendiri, terutama dari hasil karya anak muda bangsa Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.