Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/10/2012, 21:24 WIB

KOMPAS.com - Baju yang didesain Ina Indayanti Thomas (37) digemari artis papan atas Indonesia. Karyanya juga digemari para datuk dan puan di negeri jiran. Namun, untuk penampilan dirinya, Ina cuek. Seperti ketika ditemui di rumah tiga lantai yang nyaman di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Ina secepat kilat melepas baju-baju cantiknya begitu usai sesi pemotretan. Ia kembali mengenakan kaus longgar dan celana pendek santai.

”Paling capek kalau difoto, ribet. Saya orangnya simpel banget. Saya tidak pernah mempersiapkan (busana untuk pergi) ke pesta hingga berhari-hari. Sekarang, ya, sekarang. Saya bukan tipe perempuan yang menghabiskan waktu di salon. Rambut diuwek-uwek aja,” kata Ina.

Padahal, masa remaja Ina dihabiskan sebagai bintang iklan. Wajahnya, antara lain, muncul di sejumlah produk iklan. ”Bintang iklan itu hanya pengalaman waktu muda,” katanya.

Ina yang menikah pada usia 20 tahun ini mulai merancang kariernya ketika kedua anaknya mulai sekolah. Ia memanfaatkan waktu luangnya dengan mendesain aksesori, dan kemudian mendesain baju. Semuanya otodidak.

Hal itu diawali dengan mendesain baju-baju yang dipakainya sendiri. Rekan-rekannya sempat mengira baju-baju mewah dan elegan yang dipakai Ina ke beragam acara itu adalah hasil perburuan belanja ke luar negeri.

Ketika rancangannya makin diminati, ia pun makin serius menggarapnya. Inilah cikal bakal bisnisnya. Dimulai dengan membuka butik baju muslim di ruang kosong di kantor suaminya, muncullah label Ina Thomas.

Dunia mode, menurut Ina, sangat menarik karena membuka banyak peluang untuk menjadi kreatif. ”Saya dapat ilmu banyak dari rasa penasaran dan keingintahuan saya membuat pola, memayet, dan membuat berbagai macam aplikasi,” ungkapnya.

Aksesori batu alam asli Indonesia yang dirancangnya sempat menembus pasar ekspor Singapura dan Amerika Serikat. Namun, ketika krisis moneter menerjang tahun 1998, ia memfokuskan diri pada desain busana.

Tak hanya artis papan atas, ibu rumah tangga hingga remaja belasan tahun juga menjadi konsumen tetap baju Ina. Para datuk dan puan di negeri seberang pun menyukai rancangannya.

Ina mendesain baju dengan gaya seorang seniman. Ia tidak bisa dipaksa bekerja. Jika mood-nya sedang bagus, desain karyanya bisa kelar hanya dalam lima menit. Sebaliknya, Ina bisa ”mogok” ketika ia merasa imajinasinya sedang mampat.

Beruntung, pelanggan tetapnya sudah hafal tabiatnya. Mereka, misalnya, harus rela tidak ditemani saat pengepasan baju karena Ina merasa keletihan. ”Yang penting bajunya sudah saya desain,” kata Ina.

Kekuatan perempuan
Saat ini, Ina lebih banyak menggarap baju-baju etnik. Ia menggunakan bahan baku beragam kain tradisional, seperti kain tenun ikat Bali dan batik. Kain lokal dianggap layak dipromosikan karena budaya merupakan bagian dari kekuatan ekonomi negara yang sering kali terlupakan.

Karya Ina, antara lain, bisa dilihat di pergelaran Jakarta Fashion Week (JFW). Tahun lalu, Ina mewujudkan khayalannya dengan koleksi baju para dewi yang serba hitam mengenakan aksesori gotik. Pada JFW 2012 mendatang, Ina membawa 44 koleksi baju dengan tema ”She Runs the World”.

Lewat karyanya itu, Ina ingin berbicara tentang karakter perempuan yang kuat, dinamis, dan bisa menjadi dominan. Ia mencontohkan Megawati Soekarnoputri yang mampu menduduki kursi kepresidenan hingga Aung San Suu Kyi yang dikenal sebagai si ”Anggrek Baja”.

Ina merepresentasikan kekuatan perempuan itu dengan model baju yang dihiasi bordir tumpuk. Ia mengusung warna-warna merah, emas, dan hijau. Aksesori yang digunakan didominasi mutiara klasik yang bersifat kekal. Ina menyebut karyanya ini ”lebih modern dan seksi”.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau