KOMPAS.com - Jelang akhir November 2012. Musim hujan sudah berjalan beberapa minggu di Jakarta. Cuaca pagi ini sedikit cerah meski bias sinar Matahari terhalang awan tipis. Ines Putri Tjiptadi Chandra (23) turun dari ketinggian apartemen dengan blus warna oranye berbahan brokat. Ia tampak bercahaya….
Sosok ini pasti bukan gadis biasa. Senyumnya selalu mengembang setiap kali memulai atau mengakhiri bicara. Aksennya khas, campuran Inggris, Bali, dan Jakarta. Gaya berjalannya melenggak-lenggok seperti burung kasuari. Tubuhnya yang ramping tampak nyaman bertengger di atas sepatu jinjit setinggi 10 cm.
Jangan keliru. Semua penampilan Ines, begitu ia biasa disapa, tadi terjadi dalam waktu belum genap setahun. Perubahan hidupnya, menurut istilahnya yang ”wow”, itu seperti terjadi dalam sekejap mata. Bahkan, ia tak pernah menduga jika arah hidupnya pada akhirnya harus berurusan dengan dunia kecantikan.
Sebelum memutuskan mengikuti kontes Miss Bali pada awal tahun 2012, Ines lebih dikenal sebagai atlet golf nasional. Tak main-main, prestasinya lumayan bersinar. Pada usia 15 tahun sebagai wakil Bali, ia meraih medali emas dan perak di ajang PON. Sejak itu sampai sekarang, putri pasangan Ricky Chandra dan Lidia Tjiptadi ini selalu mewakili Indonesia dalam berbagai turnamen internasional. Tahun 2009 ia menempati 2nd Place Indonesia’s Women Amateur dan tahun 2010 menjuarai Singapore Warren Golf Amateur.
Tikungan tajam hidup Ines terjadi ketika perempuan kelahiran 5 September 1989 ini dinobatkan sebagai Miss Indonesia 2012 dan harus mewakili Indonesia di ajang Miss World. ”Dalam dua minggu pertama sebelum kontes digelar, kami berbelanja macam-macam, terutama sandal high-heels dan peralatan make-up. Seumur-umur saya tak punya high-heels,” tutur Ines dengan mimik serius.
Tak mudah bagi Ines ”menaklukkan” tubuhnya yang telanjur terbentuk oleh disiplin latihan golf sejak kecil. Otot kaki dan tangannya begitu kekar, bahkan pada beberapa bagian kakinya urat-uratnya terlihat menonjol. ”Musuh” pertama yang harus ia taklukkan mengubah kebiasaan bersepatu sport dengan sandal high-heels tadi. ”Saya berjuang keras. Kalau yang lain istirahat, saya latihan berjalan menggunakan high-heels,” kenang Ines. Kalau orang lain latihan berjalan sekali di atas catwalk, Ines melakukannya tiga kali. ”Semua bisa dipelajari kok,” tambahnya.
Disiplin
Masa karantina sebelum mengikuti ajang kontes termasuk masa-masa yang berat. ”Beratnya sih lebih pada soal mental, terutama karena harus latihan senyum misalnya, he-he-he,” katanya. Ia bersyukur olahraga seperti golf memberinya kedisiplinan. ”Saya dilatih pelatih asal Korea yang disiplin luar biasa. Kedua tangan digantungi pasir,” tambah Ines sambil menunjukkan kedua tangannya.
Semua latihan berat itu menjadi modal sebelum ia terbang mengikuti kontes Miss World di Mongolia. Dan di ajang itu, Ines menapak Top 13 Miss World 2012, 3rd Runner Up Beauty With Purpose Miss World 2012, dan semifinalis Beachwear Beauty Miss World. Ia meraih seluruh prestasi itu setelah bersaing dengan 116 peserta dari seluruh dunia. Asal tahu, prestasi Ines termasuk yang tertinggi yang pernah dicapai wakil Indonesia di ajang tingkat dunia ini.
Apa yang Ines mau buktikan? ”Saya cuma ingin memperlihatkan bahwa segala sesuatu harus diraih dengan kerja keras. Jangan mudah menyerah. Belum-belum sudah merasa kalah, seperti tim nasional kita…” Ha?
Rupanya Ines termasuk penggemar berat sepak bola, terutama Manchester United (MU), klub kesayangannya.
Klub seperti MU memberi contoh, berjuang tidak boleh berhenti sampai peluit akhir ditiup wasit. ”Sering kan MU membalikkan keadaan, dari ketinggalan 2-0 bisa unggul jadi 2-3. Itu bukti berjuang harus terus sampai benar-benar selesai,” katanya dengan suara bergetar.
Selain itu, ujar Ines, seseorang harus berani keluar dari zona nyaman. Golf telah memberinya prestasi sejak kecil hingga dewasa. ”Saya merasa harus melakukan sesuatu yang baru dalam hidup,” katanya.
Tak bisa ia pungkiri, sepak bola dan golf seolah menjadi inspirasi bagi kesuksesannya meraih prestasi di ajang internasional. Ia mengenang perjuangannya di ajang Miss World merupakan perjalanan yang berat. ”Hampir lima minggu di sana seorang diri. Tak ada yang boleh membantu dalam segala hal. Semua harus dikerjakan sendirian. Itu berat, tapi menyenangkan,” katanya.
Meski sekarang menyandang ”mahkota” Miss Indonesia dan Top 13 Miss World, Ines merasa ia tetap seorang gadis biasa. ”Saya tetap sebagaimana adanya, Ines yang tetap ingin menjadi dirinya sendiri,” katanya. Itulah sebabnya sampai sekarang ia tetap bermain golf dan mengikuti berbagai turnamen. Kalau harus bercelana pendek saat berolahraga, katanya, ia tak perlu terbebani oleh predikatnya sebagai Miss Indonesia.
Selain menebarkan semangat kemandirian dan perjuangan tiada akhir ke berbagai pelosok Indonesia, Ines memasang target tetap mewakili Indonesia di ajang SEA Games Myanmar nanti. Ia tak segan-segan memasuki pemusatan latihan sebagai atlet nasional untuk meraih puncak prestasi itu.