Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Ketidaktahuan

Kompas.com - 18/01/2013, 02:37 WIB

Persoalan lebih lanjut dalam hukum pidana, apa parameternya untuk membuktikan bahwa seseorang tidak mengetahui hakikat perbuatan yang dilakukannya? Paling tidak ada dua ukuran untuk menentukannya. Pertama, kedudukan, jabatan, dan tingkat pengetahuan orang tersebut. Kedua, kesesuaian antara fakta yang ada dan berdasarkan kesengajaan yang diobyektifkan. Orang tersebut dianggap tahu hakikat perbuatan yang dilakukannya.

Catatan untuk SBY

Kembali kepada substansi pidato SBY. Ada beberapa catatan.

Pertama, SBY hendak menyatakan bahwa seorang pejabat yang tidak memahami apa itu korupsi dan kemudian terjerat tindak pidana tersebut dapat dimasukkan ke dalam kesesatan hukum sehingga tidak dapat dipidanakan.

Kedua, jika pernyataan tersebut ditujukan kepada pejabat setingkat menteri, hal ini bertentangan dengan persyaratan menteri yang digariskan SBY sendiri. Bukankah ketika membentuk kabinet, persyaratan yang digariskan adalah memiliki integritas, kapabilitas, dan kapasitas intelektual yang memadai? Artinya, jika memiliki kapasitas intelektual yang memadai, seorang pejabat mestinya memahami mana tindakan yang koruptif dan mana yang bukan.

Ketiga, jika merujuk pada parameter ketidaktahuan sebagaimana diuraikan di atas, sulit bagi kita menyatakan bahwa pejabat setingkat menteri tidak mengetahui bahwa hakikat perbuatannya (apakah melakukan sesuatu ataukah tidak melakukan sesuatu) adalah tindakan koruptif. Namun, semua itu harus ada kesesuaian antara fakta sehingga berdasarkan kesengajaan yang diobyektifkan, menteri tersebut dianggap tahu.

Keempat, banyak yurisprudensi Mahkamah Agung yang menunjukkan ketidaktahuan seseorang kemudian terbantahkan berdasarkan kesengajaan yang diobyektifkan sehingga orang tersebut dianggap tahu dan dianggap ikut serta dalam melakukan tindak pidana. Terlebih, yurisprudensi Mahkamah Agung menganut teori penyertaan ekstensif.

Di sini, twee of meer verenigde personen (dua atau lebih orang bersekutu) tidak perlu mempunyai sifat dan karakter yang sama. Demikian pula motivasi dan kehendak yang sama dalam mewujudkan suatu tindak pidana. Lihat Putusan Mahkamah Agung dalam Forum Privilegiatum 23 Desember 1955 Nomor 1/1955/MA Pid. Menteri Kehakiman saat itu Djodi Gondokusumo yang memberikan izin tinggal kepada seorang warga negara asing yang telah dipersona- non-gratakan dianggap mengetahui penyuapan antara warga negara asing tersebut dan dua orang anak buah Djodi.

Eddy OS Hiariej Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com