Tudung lampu bekas itu lantas diganti bentuk unik kombinasi warna perak dan biru. Sepasang lampu itu memiliki warna dengan kombinasi berbeda. ”It’s a couple, berbeda tetapi harus melengkapi. Orang suka bilang, aduuuh... ribet deh lu,” ujarnya. Dan, di dalam tubuh kaca bening lampu diisi bunga pemberian sang suami yang sudah dikeringkan dan boneka kepik perlambang kedua anaknya.
Dia lalu menunjuk sebuah lampu gantung di ruang makan. ”Ini lampu dari mertuaku. Sudah mau dibuang. Tetapi aku pulung. Aku ingin ada cerita tentang mertuaku,” ujarnya.
Di tentakel lampu itu digantungkan kristal dari sisa-sisa dari lampu kristal lama milik almarhum ibunda Frida. Ada satu lampu lagi yang mengesankan Frida. Sebuah lampu berlapis kain hijau pupus dari kaleng bola-bola keju yang dibuat anaknya saat Frida berulang tahun. Lampu itu bertengger di meja kerja Frida. ”Anakku kasih untuk kejutan di hari ulang tahun,” ujarnya lalu tersenyum.
Saking sukanya mengumpulkan lampu, sewaktu pulang ke Tanah Air usai menempuh pendidikan di Australia, bagasi Frida sempat kelebihan beban 100 kilogram. ”Isinya lampu semua, ha-ha-ha,” kata Frida.
”Dulu ayah pernah nyeletuk, ’kau disekolahkan jauh-jauh kerjanya beli lampu saja. Sudahlah, nanti buka toko lampu saja di samping rumah.’ Kejadian deh, ha-ha-ha,” kenang Frida.
Usaha dari nol
Frida membangun cahaya lampu dari nol. Dia tak pernah terbayang berwirausaha. Namun sudah tergambar dalam pikiran untuk memiliki toko lampu. Ia merasa tidak menemukan jiwanya ketika bekerja di bidang periklanan. ”Seperti ada yang hilang dari dalam diri,” ujarnya.
Pada suatu titik galau, dia memutuskan meninggalkan pekerjaan yang telah empat tahun ditekuninya. Lalu sang suami menguatkan Frida. ”Suamiku bilang, sudahlah buka toko lampu saja, daripada penasaran. Kalau rugi pun, setidaknya mencoba dan tidak menyesal,” ujar Frida mengulang nasihat suaminya.
Kedua anaknya yang masih kecil semakin membulatkan tekad Frida berhenti kerja kantoran. Dia ingin menghabiskan sebanyak mungkin waktu dengan anak-anaknya. Frida merasa bersyukur memilih ikut hasrat hatinya seaneh apa pun itu.
CahayaLampu bermula dari sebuah gerai kecil yang begitu diisi tiga pelanggan sudah penuh sesak, di samping sebuah supermarket di Kemang pada awal tahun 2000. Begitu usahanya semakin maju dan menguntungkan, Frida membangun sebuah toko lebih besar di samping rumahnya di Kemang. Itu agar Frida juga dapat tetap dekat dengan anak-anaknya.
”Aku banyak belajar. Berwirausaha itu harus tahan banting, mulai dari dimaki-maki, dipemainkan klien usil, bekerja sama dengan pekerja, sampai jurus bertahan agar usaha tetap hidup. Tetapi aku tidak keberatan dengan semua itu karena buatku lampu itu hobi dan kesenangan,” ujarnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.