Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/04/2013, 09:44 WIB

Usaha dari nol
Frida membangun cahaya lampu dari nol. Dia tak pernah terbayang berwirausaha. Namun sudah tergambar dalam pikiran untuk memiliki toko lampu. Ia merasa tidak menemukan jiwanya ketika bekerja di bidang periklanan. ”Seperti ada yang hilang dari dalam diri,” ujarnya.

Pada suatu titik galau, dia memutuskan meninggalkan pekerjaan yang telah empat tahun ditekuninya. Lalu sang suami menguatkan Frida. ”Suamiku bilang, sudahlah buka toko lampu saja, daripada penasaran. Kalau rugi pun, setidaknya mencoba dan tidak menyesal,” ujar Frida mengulang nasihat suaminya.

Kedua anaknya yang masih kecil semakin membulatkan tekad Frida berhenti kerja kantoran. Dia ingin menghabiskan sebanyak mungkin waktu dengan anak-anaknya. Frida merasa bersyukur memilih ikut hasrat hatinya seaneh apa pun itu.

CahayaLampu bermula dari sebuah gerai kecil yang begitu diisi tiga pelanggan sudah penuh sesak, di samping sebuah supermarket di Kemang pada awal tahun 2000. Begitu usahanya semakin maju dan menguntungkan, Frida membangun sebuah toko lebih besar di samping rumahnya di Kemang. Itu agar Frida juga dapat tetap dekat dengan anak-anaknya.

”Aku banyak belajar. Berwirausaha itu harus tahan banting, mulai dari dimaki-maki, dipemainkan klien usil, bekerja sama dengan pekerja, sampai jurus bertahan agar usaha tetap hidup. Tetapi aku tidak keberatan dengan semua itu karena buatku lampu itu hobi dan kesenangan,” ujarnya.

Klien Frida sebagian besar ekspatriat, jaringan restoran besar, para kontraktor, atau individu yang menginginkan lampu tertentu. Semua masukan pelanggan digunakan Frida untuk terus mempertinggi kualitas produknya. ”Begitu lampu itu dinyalakan, aku ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan,” kata Frida.

Indonesia dalam lampu
Frida belum puas dengan lampu-lampu indah dan elegan karyanya. Dia masih memiliki cita-cita lain, mempromosikan Indonesia lewat lampu dekorasi.

”Kita itu kaya dengan sumber daya. Bahan kain untuk tudung lampu, misalnya, bisa dari kain tradisional mulai dari Papua hingga Sumatera. Tubuh lampunya dari kayu sampai batu juga bisa,” ujarnya.

Menurut Frida, lampu-lampu dekorasi yang cantik dapat menjadi alat untuk mempromosikan negara dan kekayaannya. ”Bayangkan ukiran Asmat di tubuh lampu dengan kain tradisinya sebagai tudung. Kalau dijual di Harrods (jaringan department store besar di Inggris), itu luar biasa. Mereka tidak punya ukiran dan kain itu, cuma Indonesia yang punya,” ujarnya berapi-api.

Karya seni dapat menjadi identitas budaya, sejarah, dan membawa atmosfer sebuah bangsa ke peradaban lain. Frida ingin terus mengeksplorasi kekayaan alam dan mempresentasikannya dalam bentuk lampu, kalau bisa sampai ke luar negeri.

Sejauh ini, Frida sudah mulai mencoba dengan bahan-bahan mudah didapatkannya, seperti kain batik sebagai tudung lampu. ”Untuk mempresentasikan kekayaan budaya Indonesia butuh kerja keras. Pelan-pelan mewujudkannya. Itu mimpi aku lainnya,” ujarnya.

(Indira Permanasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau