Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"World War Z": Kala "Partai" Zombie Mengamuk

Kompas.com - 23/06/2013, 15:55 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Satu zombie itu biasa. Seribu zombie itu luar biasa. Jika jutaan zombie serentak mengamuk di seluruh dunia, itu sensasional. Dan itu yang disodorkan film World War Z (WWZ).

Film arahan Marc Foster yang dibintangi Brad Pitt ini membesarkan intensitas volume zombie ke level cukup ekstrem. Setidaknya dari aspek jumlah untuk memberi efek massal, kolosal, dan spektakuler.

Gagasan dalam WWZ, yang diangkat dari novel karya Max Brooks, memang cukup liar. Wabah zombie alias mayat hidup menyebar ke seluruh dunia, mulai dari New York hingga Moskwa, mulai dari China hingga Israel.

Tak peduli ras atau atribut apa pun yang selama ini diagung-agungkan dalam peradaban manusia, semua terjangkit pandemi zombie. Sekali tergigit zombie, orang akan kejang-kejang. Bola mata terbalik. Mulut menyeringai. Dan dalam hitungan detik ia sudah sah dan resmi bergabung sebagai anggota "partai" zombie dengan segala horornya.

Zombie mengamuk sejadi-jadinya di Amerika. New York dan kota-kota lain di dunia menjadi lautan zombie. Dunia dalam kedaan perang melawan zombie.

Amerika menyatakan keadaan darurat militer. PBB membentuk komisi khusus penanggulangan zombie.

Seorang mantan anggota tim investigasi PBB, Gerry Lane (diperankan Brad Pitt), dipanggil kembali untuk ikut dalam tim pencari solusi. Lane harus berpacu dengan waktu mencari solusi sebelum orang di seluruh dunia berubah menjadi mayat hidup, termasuk dirinya dan keluarganya.

Massal
World War Z lebih terasa sebagai film bencana-menegangkan ketimbang film horor. Zombie tidak menjadi unsur penebar horor, tetapi sebagai wabah yang menimbulkan bencana massal. Posisi Gerry Lane dan keluarganya, serta warga dunia yang terancam adalah sebagai orang yang harus bertahan, survival.

Zombie tidak muncul sebagai karakter tunggal dengan segala problemnya. Sosok zombie juga tidak terlalu ditonjolkan kengeriannya secara individual, tetapi sebagai satu gerakan massal. Kemassalan zombie itulah yang menjadi sisi "horor" WWZ.

Teknologi grafis komputer memang luar biasa dalam memassalkan mayat hidup. Jika dalam wayang kulit dalang mendeskripsikan riuhnya massa di alun-alun sebagai gabah yang diayak-ayak dalam ayakan, seperti itulah ratusan ribu zombie di WWZ tervisualkan. Zombie berarak-arak, menggelombang, dan menyerbu apa saja yang ada di depan mereka. Mereka yang tergigit akan langsung bergabung dalam barisan amuk zombie.

Spektakuler secara visual belum tentu spektakuler dalam membangun ketegangan. Intensitas ketegangan memang tidak harus dibangun dengan kemassalan tokoh. Hannibal Lecter, tokoh serupa zombie yang diperankan Anthony Hopkins dalam The Silence of the Lambs (1991), sudah cukup menebar teror di layar lebar.

Ketegangan biasanya tercipta ketika ada tokoh yang terancam. Terlebih jika tokoh tersebut dalam kondisi tidak berdaya seperti anak-anak atau keluarga. Dalam WWZ, adegan awal ketika Garry Lane harus mengungsikan keluarganya dari ancaman amuk zombie justru memiliki jenis ketegangan tersendiri.

Kata kunci untuk membangun ketegangan dalam film dikatakan salah seorang tokohnya, "Kalau Anda bisa melawan, lawanlah. Dan saling menolonglah." (XAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau