Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sokola Rimba: Anak Rimba Ingin Pintar

Kompas.com - 27/10/2013, 20:07 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- "Bu Guru, kami ingin pintar. Kalau kami pintar, kami pasti bisa menghentikan orang-orang itu supaya tidak lagi terjadi penebangan liar..." Itu keinginan polos anak rimba dalam film Sokola Rimba produksi Miles Film yang disutradarai Riri Riza.

Anak rimba itu bernama Nengkabau, bocah asli suku Anak Dalam di Hutan Bukit Duabelas, Jambi. Sang guru yang diajaknya bicara adalah Butet Manurung yang diperankan dengan manis oleh Prisia Nasution.

Dialog dan ekspresi polos Nengkabau dan bocah-bocah lainnya menjadi unsur drama yang kuat, memancing keharuan dan empati mendalam tentang kerusakan hutan yang luar biasa. Juga nasib orang Rimba yang tidak berpendidikan, akhirnya terpinggirkan, "terjajah" di hutan adat mereka sendiri.

Secara dramatik, Riri menceritakan keterjajahan mereka dalam adegan tokoh Nyungsang Bungo saat membaca surat perjanjian. Dia terbata-bata membaca surat perjanjian tebal tentang perluasan zona Taman Nasional Bukit Dua Belas. Isi surat adalah pernyataan tentang larangan berburu dan batasan hak-hak bagi warga suku Anak Dalam yang tinggal di dalamnya. Dengan bibir bergetar menahan tangis, Butet akhirnya mengambil dokumen itu dan menggantinya dengan buku cerita anak-anak. Cerita yang dikisahkan dalam Sokola Rimba diangkat dari buku berjudul sama, yang merupakan catatan pengalaman Butet Manurung selama mengajar anak-anak suku Anak Dalam, Jambi.

Catatan Butet Manurung
Film diawali dengan adegan Butet yang datang ke hutan dengan membawa ransel berat berisi buku-buku dan papan tulis kecil. Tugas mengajar ini semula dijalankan sebagai bagian dari pekerjaannya di sebuah lembaga sosial kemasyarakatan. Begitu terpencilnya kawasan ini membuat Butet harus meninggalkan sepeda motornya di tepi hutan, menutupinya dengan batang-batang pohon, baru kemudian melanjutkan ke tempatnya mengajar dengan berjalan kaki.

Fisik yang kurang fit, jarak yang jauh, serta beban terlalu berat menyebabkan ia jatuh pingsan. Peristiwa inilah yang menjadi awal pertemuan antara Butet dan Nyungsang Bungo, salah satu muridnya yang cerdas, dari daerah Makekal Hulu, yang kemudian menyelamatkan, membawanya ke tempatnya mengajar di Makekal Hilir. Sebuah adegan pembuka yang berhasil mengalihbentukkan pengalaman riil menjadi tuturan gambar yang filmis.

Coba simak tatapan mata Bungo yang kerap melihat aktivitas belajar di Makekal Hulu, sudah sangat bercerita tentang nasib anak-anak Rimba. Tatapan mata itu pula yang membuat Butet tertantang untuk mengajar di Makekal Hilir. Di bagian ini, Butet menghadapi dua kendala. Di satu sisi, dia harus menghadapi suku Anak Dalam yang masih tertutup di Makekal Hulu. Di sisi lain, dia pun harus menghadapi atasannya sendiri, yang menegaskan wilayah mengajar Butet hanya di Makekal Hilir. Dari sinilah konflik dan dramatika Sokola Rimba dibangun.

Sekalipun sebelumnya sempat diterima, Butet akhirnya pergi meninggalkan Makekal Hulu karena ditolak sebagian warga. Seiring dengan itu, konflik di kantor dengan atasannya yang terus-menerus memikirkan masalah donasi semakin memanas. Hal bertubi-tubi ini membuat Butet akhirnya hengkang, pulang kembali ke rumahnya di Jakarta.

Namun, belakangan, niatnya untuk menjadi guru bagi anak-anak suku Anak Dalam justru mendapat dukungan dari banyak pihak. Mereka pun mendirikan Sokola Rimba, sekolah untuk anak-anak suku Anak Dalam.

Mengalir, menghibur
Sokola Rimba tampak cukup natural tersaji dan mengalir sebagai tontonan. Diangkat dari kisah nyata, dan sebagian melibatkan sejumlah warga suku Anak Dalam, film ini menggunakan dialek warga Rimba.

Kehidupan warga suku Anak Dalam yang berada di lingkungan yang rusak akibat maraknya penebangan kayu liar digambarkan begitu jelas. Dalam beberapa adegan, beberapa orang Rimba yang seusai berburu berjalan melewati para penebang yang tengah beristirahat dan berdialog dengan bahasa Jawa. Pada adegan lain, Butet bersama dua muridnya lari tunggang langgang dikejar oleh penebang kayu bersenjata api. Penebang kayu ini marah setelah aksi penebangan liar yang dilakukannya difoto oleh Nengkabau.

Meski dibangun dari kisah nyata, Sokola Rimba tidak terjebak pada gaya film dokumenter yang kaku dan serius. Film ini tetap dikemas dalam film cerita yang menghibur khas gaya Riri Riza dan Mira Lesmana, seperti pada Laskar Pelangi atau Sang Pemimpi. Di Sokola Rimba kita diajak mengenal anak-anak rimba dan problematika mereka. Mereka adalah anak-anak Indonesia yang ingin pintar agar tidak menjadi korban hukum rimba oleh keserakahan manusia lain. (Regina Rukmorini)

SOKOLA RIMBA    
- Sutradara/Skenario: Riri Riza
- Produser: Mira Lesmana
- Pemeran: Prisia Nasution, Nyungsang Bungo
- Musik: Aksan Sjuman
- Produksi: Miles Film.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com