"Banyak orang yang nafsu banget jadi presiden," kata komedian tunggal Ernest Prakasa (31). Bahkan, calon yang menurut Ernest, kemungkinan terpilihnya sangat kecil pun, ”ngebetnya minta ampun.” Ernest mengibaratkan calon tersebut bagaikan cerita Romeo dan Juliet. "Mau dibikin versi apa pun endingnya tragis ..."
Penonton tertawa terpingkal-pingkal. Dan begitulah pentas komedi tunggal (stand-up comedy) menjadi ajang di mana penonton memandang realitas politik dengan cara berbeda. Ernest, pemenang ke 3 Stand-Up Comedy Indonesia KompasTV musim pertama 2011, itu dengan cerdas mengolah materi politik menjadi hiburan segar, menggelitik. Para tokoh yang belakangan menjadi berita gencar di media massa, menjadi sorotan di pentas komedi. Hasilnya, orang bukan sekadar tertawa, tapi juga mendapat bahan untuk direnung-renungkan.
Ernest misalnya menyorot tokoh yang kurang mengerti makna Bhinnekka Tunggal Ika. Ia menganalisis calon dari sudut tinjau shio atau horoskop. Ada pasangan tokoh yang disebutnya mempunyai shio yang bertentangan yaitu shio babi dan ular.
"Kalau di bisnis, (shio) babi itu paling klop sama shio kambing. Paling amsyong (remuk di dalam) kalau babi ketemu shio ular. Bisa nggigit..." ujarnya yang memanen tawa riuh.
Ada pula tokoh yang jika ikut ajang pemilihan presiden bakal menang telak. Bahkan, "Gak usah pakai pemilu" sekalipun. Bahkan lagi, jika calon itu wakilnya kambing sekalipun, dia akan menang. Ernest lalu membuat deskripsi karikaturik tentang sang tokoh yang menggeret kambing ke KPU untuk mendaftar sebagai calon. "Ya daripada..., kambing sajalah..." tutur Ernest menggunakan logat Jawa menirukan sang tokoh.
Penyadaran
Pentas yang menggunakan judul pelesetan "Illucinati A Stand-Up Comedy Tour by Ernest Prakasa" merupakan pentas keliling kedua dari Ernest. Kali ini, ia tur ke 17 kota di Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Bisa dibilang fenomenal untuk stand-up comedy yang belum genap 3 tahun mewabah di negeri ini. Khusus untuk pentas di Gedung Kesenian Jakarta, Ernest menggelar 3 kali pentas dalam sehari. Komika Ari Keriting menjadi penampil pembuka.
Seperti pada pentas sebelumnya, kali ini Ernest menyebut-nyebut tragedi yang pernah terjadi di negeri ini. Pada awal pentas, ia menyebut orang-orang yang menjadi korban kekerasan. Ketika itu, gedung pertunjukan menjadi hening. Tak ada secuil pun tawa terdengar. Ia memang sedang sangat serius. Ia memberi semacam penyadaran kepada audiens untuk menjadikan tragedi itu sebagai permenungan. Bukan untuk dilupakan.
"Peristiwa-peristiwa yang harusnya kita kenang, kita inget, dan lebih dari itu semua, kita jadikan dasar keputusan untuk Indonesia yang akan datang," kata Ernest serius.
Sebagian materi komedi Ernest lahir dari keprihatinan atas ketidakadilan, dan kekerasan sosial. Ia mampu mengolahnya, sebagai kegembiraan, bukan rengekan. Nyatanya, setelah pengantar singkat yang serius itu, orang terpingkal-pingkal.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.