Dalam upacara itu, mereka akan menyuguhkan pertunjukan tari kolosal sebagai bagian dari flag hand over, yaitu penyerahan bendera kepada tuan rumah Asian Games selanjutnya. Dalam sidang Asian Olympic Comittee, Indonesia didapuk menjadi tuan rumah Asian Games 2018.
"Tadinya kan mau Vietnam (mencalonkan untuk jadi tuan rumah Asia Games 2018), tapi enggak siap ekonominya. Terus, Indonesia ditawari. Kebetulan Pak Jokowi (Joko Widodo) kan Gubernur (DKI Jakarta) juga Presiden Terpilih. Kata Pak Jokowi, ambil. Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama selaku pengganti Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta) juga bilang ambil. Ya sudah, jadi gayung bersambut. Alhamdulillah, saya dipercaya," jelas Denny ketika mengadakan latihan terakhir sebelum keberangkatan timnya sekaligus preview tari yang akan disuguhkan oleh DME di Incheon, di Pintu IV Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2014) siang.
"Ini kan flag hand over, serah terima bendera, yang sebelumnya ada performance dulu. Kami bilang, Gelar Budaya Nusantara, terus flag hand over," sambungnya.
Denny mengungkapkan, DME mendapat kepercayaan dari Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Rita Subowo, untuk mewakili Indonesia.
"Sebenarnya ini mendadak juga. Filipina tadinya juga kepengin (jadi tuan rumah). Ini kan masalah lobi. Makanya, Pak Ahok ke sana, Pak Alex Noerdin (Gubernur Sumatera Selatan, yang mengajukan Palembang untuk menjadi kota tuan rumah) ke sana, Ibu Rita ke sana. Ini kan jago-jagonya ngelobi saja. Akhirnya, Indonesia go ahead jadi tuan rumah selanjutnya," jelasnya lagi.
Itu bukan kali pertama DME memertontonkan tari kolosal dalam upacara-upacara keolahragaan. DME pernah menjadi bagian dari flag hand over pada SEA Games 2009 di Laos.
Denny menjelaskan, pertunjukan tari kolosal garapannya memadukan unsur etnik dengan modern untuk tari, musik, kostum, dan propertinya.
"Konsepnya di sini techno-pop art. Musiknya kita tetap etnik,tetap tradisional, tapi ada techno-nya, ada hi-tech-nya. Jadi, ada sentuhan musik elektriknya, tapi nanti bisa didengar musik gamelannya tetap dominan," papar Denny.
"Terus juga banyak menggunakan instrumen tetabuhan. Musiknya harus dinamis. Makanya banyak instrumen tetabuhan, kemudian tentunya ada gamelan yang khas Indonesia. Kemudian ada saluang, talempong, tehyan Betawi, itu secara aransemen musiknya," sambungnya.
"Untuk kostum, properti, memang sendiri. Untuk bisa kelihatan beda dari yang lain, salah satunya dari kostum dan properti yang ditampilkan. Tidak merusak tradisinya, tapi kita tidak bisa menampilkan tradisi yang itu-itu saja. Pakem gerakan (tari) Betawinya tetap, ada ronggeng, ada cokek, ada topeng Betawi, kemudian ada tari kipas Melayu, serampang 12. Tapi, warna busananya sudah saya eksplor, jadi bright, harus wow gitu," paparnya lagi.
Konsep tersebut ditujukan untuk memikat para penonton. Selain itu, konsep itu dinilai oleh Denny cocok dengan kebudayaan Korea.
"Semua sekarang sudah era teknologi, serba teknologi. Artinya, ada sentuhan elektriknya. Kemudian, di Korea, dengan ada K-pop, beat-beat-nya harus nge-pop, bikin mereka (para penonton) ngikut, bikin mereka familiar. Korea, mereka gudangnya K-pop. Walau pun tradisional, harus ada sentuhan popnya," tutur Denny.
DME menyiapkan pertunjukan tari kolosal tersebut selama satu bulan. Rombongan DME, yang terdiri dari 60 orang, akan berangkat ke Incheon pada 1 Oktober 2014. (Benedictus Gemilang Adinda)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.