"Pokoknya bakwan Pak Kadir itu dari aku masih kecil sampe kini tidak bisa lupa. Kalau ke Surabaya aku harus ke sana," kata Ita.
Ia tak perlu susah-susah untuk menyantap bakwan Pak Kadir karena warungnya berada persis di depan rumah orangtua Ita di Jalan Pacar. Selain itu, soto ambengan Pak Sadi juga menjadi wajib santap Ita di Surabaya. Yang paling istimewa dari soto ambengan bagi Ita adalah poya-nya. Poya adalah kerupuk udang yang digerus bersama bawang putih. Poya inilah yang membuat kuah soto menjadi semakin gurih.
"Soto ambengan ini yang paling enak, top markotop," kata Ita tanpa bermaksud promosi.
Satu lagi adalah rujak cingur. Ita bercerita pada awalnya, suaminya, Dwiki Dharmawan, yang belum pernah mencicipi makanan khas Suroboyo itu sempat kaget.
"Ini apa sih, ha-ha-ha," kata Ita menirukan reaksi suaminya.
Dwiki, kata Ita, paling suka kepiting Cak Gundul.
Saking gemarnya menikmati kuliner masa kecil, saat pulang kampung Ita sampai jarang makan di rumah sendiri.
"Aku sampe dimarahin ibuku. 'Sudah dimasakin enak-enak kok yang dicari itu-itu lagi,' ha-ha-ha," kata Ita menirukan ucapan sang ibu. (XAR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.