Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Inside Out": Berpetualang ke Alam Pikiran Pixar

Kompas.com - 16/08/2015, 22:42 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Pixar kerap membuat petualangan ajaib terasa dekat dan menyentuh emosi. Ada kakek dan bocah yang berkelana dengan rumah terbang dalam Up, kota metropolitan penuh monster di Monsters, Inc., atau Wall-E robot pengumpul sampah di bumi yang sudah ditinggalkan manusia. Kali ini, petualangan yang ditawarkan tak kalah menarik: ke dalam pikiran manusia.

Film Inside Out yang segera diluncurkan Disney-Pixar di Jakarta menyuguhkan dua cerita yang berkelindan jadi satu. Cerita pertama sederhana, tentang seorang gadis kecil bernama Riley. Ia putri tunggal kesayangan orangtuanya, menikmati masa kanak-kanak yang indah di Minnesota. Ia jago bermain hoki dan punya banyak teman. Saat usianya 11 tahun, ayah Riley menerima tawaran kerja baru di San Francisco dan memboyong keluarganya ke kota itu.

Di situ masalah muncul. Truk pengangkut barang-barang Riley tertunda datang. Hari pertama di sekolah baru tak menyenangkan. Pertandingan hoki pertama di San Francisco mengecewakan. Sementara ayahnya sibuk dengan pekerjaan baru, Riley pun membenci kota barunya. Ia rindu rumah lama, juga rindu kawan-kawan lamanya.

Cerita kedua berjalan seiring dari awal dengan cerita pertama. Karakter-karakter pada cerita ini bukan lagi Riley, ayah, dan ibunya. Namun, lima karakter yang ada dalam pikiran Riley: Joy (rasa senang), Sadness (rasa sedih), Disgust (rasa jijik), Fear (rasa takut), dan Anger (rasa marah). Sesuai nama, setiap emosi merepresentasikan emosi utama yang bekerja di benak gadis kecil itu.

Lima karakter emosi ini berbeda warna, berbeda ekspresi, berbeda pula peran dan cara kerja masing-masing di Headquarter alias markas tempat mereka tinggal. Tentang Sadness yang kerap dituding membuat kisruh di markas, Joy berkomentar di bagian awal film ini, "Kurang jelas apa fungsinya Sadness di sini."

Dunia pikiran tak sebatas markas itu saja. Sebaliknya, pada bagian ini, studio animasi Pixar membangun 'dunia' yang luas dan amat imajinatif. Di situ juga ada kereta pikiran, pabrik mimpi, ruang penyimpanan ingatan yang digambarkan bak bola-bola boling—berwarna sesuai warna emosi yang tersimpan di dalamnya. Ada pula tempat pembuangan memori yang sudah terlupakan. Tak ketinggalan, hadir pula karakter-karakter lain yang dihidupkan oleh imajinasi Riley.

Di alam pikiran itulah, petualangan seru ditawarkan Pete Docter dan Ronnie Del Carmen, sutradara dan co-director yang sekaligus menjadi penulis naskah cerita ini. Ide dasar cerita ini, tentang alam pikiran manusia dan bagaimana emosi bekerja di dalamnya, adalah perkara rumit. Namun, kerumitan itu dituangkan dalam cerita dan deskripsi visual yang memikat.

Nostalgia
Bahkan, ketika penonton bocah tak memahami detail mekanisme kerja otak yang sebenarnya juga "diterangkan" dalam film ini, Pete dan Ronnie menawarkan beragam hal lain untuk memikat anak-anak dan membuat mereka memahami alur dasarnya. Bagi penonton dewasa, film ini menyuguhkan edukasi tentang perkembangan emosi dan pikiran anak. Tentu dalam kemasan yang menghibur. Perkembangan emosi dan pikiran sebenarnya juga dialami oleh setiap orang. Karena itu, ada bagian-bagian dalam film ini yang menyentil nostalgia atau mendesak ruang refleksi diri.

Pete dan Ronnie yang berkunjung ke Jakarta, pekan lalu, menjelaskan, ide cerita film ini didapatkan Pete ketika ia merasa anak perempuannya yang ketika itu berusia 11 tahun, mendadak berubah jadi murung dan berjarak dengan orangtuanya. Mereka pun mulai menyusun cerita dengan lebih dulu melakukan riset dan konsultasi panjang dengan psikolog, juga ilmuwan yang mendalami studi otak manusia.

"Kami tidak mengarang mekanisme atau cara kerja emosi dan imajinasi dalam film ini. Semua didasari fakta studi," ujar Ronnie. Pete menambahkan, keseluruhan proses penggarapan film ini amat menantang, karena tidak ada referensi "wajah" emosi atau penggambaran dunia pikiran sebelumnya. Meski begitu, tantangan terberat bukan menyangkut teknik produksi, melainkan pada kebutuhan membangun kekuatan cerita.

"Tantangan terberat adalah membuat penonton merasa peduli pada karakter-karakter emosi ini, membuat penonton merasakan pentingnya petualangan si karakter dan ikut merasa khawatir kalau si karakter ini gagal," ujar Ronnie.

Film ini teliti menyuguhkan detail dalam bangunan karakter ataupun deskripsi visual. Alur cerita, misalnya, pelan-pelan memberi kejelasan tentang peran masing-masing karakter emosi utama ini. Bukan sekadar kebahagiaan, kesedihan pun berperan penting.

Inside Out, yang memakan waktu penggarapan selama lima tahun ini, memang menawarkan sesuatu yang baru. (Nur Hidayati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau