Kenangan ini diungkap Slamet atau yang akrab disapa Memet itu di kediaman Teguh Karya yang menjadi markas Teater Populer di Kebon Pala 1, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
"Waktu itu beliau (Teguh) mau bikin adegan slow motion. Tapi lensanya enggak cukup ukurannya. Enggak bisa ambil slow motion lah intinya. Beliau bilang, 'Gue enggak mau tahu Met. Lu garap sendiri deh'," kata Slamet dalam obrolan santai siang itu.
Alhasil, Slamet harus melakukan adegan lambat secara manual tanpa trik kamera.
Pernah juga suatu waktu, lanjut dia, Teater Populer tengah berlatih untuk pementasan Inspektur Jenderal. Di tengah latihan, kata Slamet, Teguh Karya yang menyutradarai teater itu tiba-tiba sakit. Akhirnya, dari hasil rembukan para pemain, Slamet yang posisinya hanya sebagai manajer panggung didaulat menggantikan Teguh menukangi pertunjukan mereka.
Ternyata sang guru tak menerima hal itu, ia lalu menghukum Slamet ikut bermain dan menjadi karakter ayam.
"Dikasih kostum ayam. Karena kan saya buncit ya. Terus disuruh cari dialog sendiri. Itu siksaan sekali. Eh besoknya, Kompas nulis 'Pemunculan Slamet Rahardjo Prima'."
"Dia kesal, sudah niat ngerjain, eh malah saya dipuji ha-ha-ha," kenang Slamet.
Namun, menurut dia, keusilan Teguh itulah yang membentuk dan menempa dirinya menjadi aktor dan sutradara seperti sekarang.
Contohnya, saat ia melakukan adegan sebagai penderita TBC di kawasan Masjid Istiqlal untuk keperluan shooting film Ranjang Pengantin. Para kru kala itu melakukan pengambilan gambar cukup jauh darinya.
"Saya jalan terus. Waktu itu panas sekali. Lama, saya pikir kapan nih cut. Saya jalan sampai Gambir juga belum cut. Akhirnya saya nengok. Eh, udah enggak ada orang. Mobil kru hilang. Saya kan lagi pakai kostum jadi enggak bawa dompet. Jadinya saya jalan kaki dari Gambir ke Kebon Pala," tuturnya.
Tiba di rumah Teguh Karya, Slamet menumpahkan kekesalannya. Ia protes karena ditinggal begitu saja tanpa diberitahu.
"Sambil ngerokok santai beliau malah bilang gini, 'Saya enggak suka tahu, kamu itu pretending, bukan akting. Kamu itu pemain tauco! Jadi saya tinggal'. Saya dikatain tauco, bayangin, beliau emang tega," kata Slamet mengundang tawa media yang hadir.
"Tapi habis itu, saya si pemain tauco ini dapat penghargaan. Nah, artinya apa? Di balik itu pesannya beliau adalah jangan main-main, itu profesi lu," ujarnya.
Steve Liem Tjoan Hok alias Teguh Karya, lahir di Pandeglang, Jawa Barat, 22 September 1937. Ia meninggal di Jakarta, 11 Desember 2001 dalam usia 64 tahun. Ia adalah seorang sutradara film legendaris Indonesia.
Teguh Karya adalah pemimpin Teater Populer sejak berdiri pada 1968. Ia enam kali menjadi Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia.
Film-filmnya melahirkan banyak aktor dan aktris terkemuka Indonesia seperti Slamet Rahardjo, Christine Hakim, dan Alex Komang.
Untuk menghargai sumbangsihnya dalam dunia perfilman Tanah Air, Festival Film Indonesia 2015 yang akan digelar di ICE BSD, Tangerang, Banten, 23 November 2015 malam ini, sengaja mengenang Teguh Karya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.