Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hinca IP Pandjaitan XIII
Politikus

Politikus, sekretaris jenderal Partai Demokrat. Menulis untuk menyebarkan kebaikan, menabur optimisme sebagai bagian dari pendidikan politik bagi anak bangsa dalam kolom yang diberi judul: NONANGNONANG. Dalam budaya Batak berarti cerita ringan dan bersahaja tetapi penting bercirikan kearifan lokal. Horas Indonesia.

Film Nasional-ku, Mari Selamatkan Bersama

Kompas.com - 30/03/2016, 07:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Begitu pecah reformasi Mei 1998, para aktivis media bekerja cepat menyiapkan reformasi (kalau tak mau disebut revolusi) regulasi media. Bersama rekan-rekan lain, saya bergabung di MPPI (Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia).

Secepat kilat kami siapkan UU PERS, UU Penyiaran, UU Telekomunikasi dan bahkan UU Perfilman. Saking semangatnya bikin draf RUU MEDIA sebagai habungan pers, penyiaran dan perfilman.

Tujuannya kita ingin pastikan media secara umum tidak terbelenggu oleh hegomoni kekuasaan.

Hasilnya ? UU Pers, UU Penyiaran dan UU Telekomunikasi berhasil dituntaskan DPR, kecuali UU Perfilman.

UU Telekomunikasi nomor 36/1999 berhasil diundangkan 8 september 1999 menggantikan UU Telekomunikasi nomor 3/1989. UU ini ternyata menjadi pendorong utama lahirnya teknologi informasi yang kemudian mendesakkan film nasional kita, makin terpojok.

UU Pers nomor 40 tahun 1999 diteken Presiden tgl 23/9/1999 menggantikan UU Pokok Pers nomor 21/1982 yang mengantikan UU Pers nomor 11/1966. UU Pers ini jadi undang-undang terbaik yang menjamin kebebasan pers dan demokrasi.

UU Penyiaran nomor 32/2002 diundangkan tgl 28/12/2002 menggantikan UU Penyiaran nomor 14/1997 yang diteken Presiden Suharto. Undang-undang ini menjadi cikal bakal film film layar lebar masuk ke televisi. Dinamika baru sekaligus mendesakkan film nasional terpojok juga.

UU Perfilman nomor 8 tahun 1992 diundangkan tanggal 30 Maret 1992. Produk Orde Baru inilah yang kemudian diperingati sebagai Hari Film Nasional, setiap tanggal 30 Maret. Sudah diperbarui dengan UU nomor 33/2009 tanggal 8 Oktober 2009.

Perfilman adalah rumpun yang sama dengan tiga undang-undang sebelumnya sebagai media yang dijamin sebagai sarana hak asasi manusia untuk berkomunikasi, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 F UUD 1945.

"Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."

Jadi film sesungguhnya mendapat tempat yang sangat terhormat dalam konstitusi kita sebagai bagian hak asasi kita mengembangkan diri kita dan lingkungan sosial kita. Terutama para profesional dan pekerja film.

Lalu, bagaimana sesungguhnya keberadaan perfilman nasional, ketika hari ini, 30 Maret, diperingati sebagai Hari Film Nasional ?

Setiap film memiliki generasinya sendiri, itulah sebabnya mengapa kita meyakini bahwa film adalah refleksi sebuah generasi.

Kita pernah mengalami saat-saat yang kita anggap sebagai masa cemerlang dunia film Indonesia dari sisi cerita yang hidup, orisinil. Tapi kita juga melewati masa dimana hampir semua film kita berisi tentang pocong dan hantu hantu.

Saat yang bersamaan kitapun pernah memiliki kelompok masyarakat idealis dengan pikiran pikiran dan konsep-konsep yang orisinil. Kita juga pernah mengalami saat dimana generasi kita memberikan ruang yang luas bagi kehidupan mistis di tengah ketidakpastian hidup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com