Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"The Shallows": Lagi-lagi tentang Hiu

Kompas.com - 14/08/2016, 18:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Entah kenapa, dunia Barat begitu jatuh hati dengan film horor yang memunculkan hiu sebagai tokoh utamanya.

Setelah deretan panjang belasan film terkait hiu, seperti Jaws (1975), kartun hiu Shark Tale (2004), dan The Reef (2010), kali ini hadir film The Shallows yang mulai tayang pekan ini.

Tak sekadar kengerian hiu, The Shallows menyuguhkan makna pentingnya berjuang untuk hidup.

Kehadiran The Shallows yang disutradarai Jaume Collet-Serra mungkin tak bisa menggantikan memori tentang film Jaws karya Steven Spielberg yang pertama kali memunculkan teror hiu ketika film diputar tahun 1975.

Namun, kedua film ini sama-sama menghadirkan manusia sebagai makhluk lemah ketika berada di samudra nan luas.

Di laut, manusia tak bisa sesumbar, apalagi ketika hidupnya terancam oleh kehadiran hiu ganas.

Berbeda dengan Jaws, kali ini tak ada polisi, tak ada ilmuwan kelautan, atau nelayan yang bahu membahu menghentikan teror hiu.

Seluruh film terpusat pada kehadiran perempuan cantik Blake Lively yang berperan sebagai Nancy Adams.

Lively memegang kendali dari seluruh kisah The Shallows.

Kepiawaiannya berakting menjadi penentu utama dari keberhasilan atau kegagalan film ini menggaet hati penonton.

Kisah diawali dari petualangan Nancy, mahasiswi sekolah kedokteran, asal Amerika Serikat yang bepergian ke Meksiko.

Tak sekadar berlibur, gadis cantik ini berharap bisa menemukan pantai favorit ibunya ketika sedang mengandung dirinya.

Berbekal foto sang ibu yang meninggal karena kanker, ia seorang diri berkelana mencari pantai yang sama dengan yang tercetak di foto itu.

Dengan menumpang sebuah mobil yang dikendarai seorang pria yang tak fasih berbahasa Inggris, Nancy lebih banyak berkomunikasi dengan tokoh-tokoh lain dalam film ini seperti sahabat perempuannya, adik perempuan, dan ayahnya lewat bantuan telepon seluler.

Berkat keajaiban teknologi internet, bahkan di pantai terpencil sekali pun, komunikasi dengan orang-orang terdekat begitu mudah dijalin.

Keindahan hutan dengan banyak pohon kelapa, birunya laut dengan deretan pulau kecil, serta burung-burung camar yang terbang rendah sama sekali tak memberi tanda-tanda adanya ancaman.

Film pun kemudian menyuguhkan gambar indah sekaligus seksi ketika Nancy mulai berganti baju selam hingga mengoleskan krim tabir surya di pantai.

Seksi tapi tidak menjual keseksian itu, film ini jauh dari vulgar.

Bahaya dalam kesendirian
Dengan papan seluncurnya, Nancy menunggangi ombak ganas dengan indah. Kamera menyorot kepiawaiannya berselancar hingga menyelam di antara terumbu karang.

Keindahan laut semakin sempurna dengan kehadiran kawanan lumba-lumba.

Sempat ditemani dua peselancar lain yang sama-sama ingin menunggangi ombak di pantai itu, Nancy akhirnya benar-benar sendiri ketika hari menjelang petang.

Keseksian Nancy dijamin tak lagi menjadi sorotan utama ketika tubuh itu harus berjuang melawan serangan hiu.

Hawa kengerian bawah laut mulai tercium ketika dihadirkan bangkai ikan paus yang mengapung dengan luka gigitan hiu.

Dalam hitungan detik, serangan hiu segera melukai kaki Nancy. Air laut pun segera berubah menjadi merah darah begitu hiu menyerang.

Hanya dengan satu kaki yang sehat, Nancy bertahan hidup di batu karang yang nongol beberapa sentimeter dari permukaan laut.

Di batu karang itu pula, seekor burung camar yang juga sama-sama terluka sayapnya berusaha bertahan hidup.

Keahlian sebagai calon dokter menjadi salah satu faktor yang menyelamatkan dari pendarahan hebat.

Harapan menghilang karena batu karang yang hanya muat diinjak satu orang dewasa itu bakal segera tenggelam oleh air pasang naik.

Meskipun hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari pantai, perairan dangkal di sekitar batu karang sudah menjadi wilayah kekuasaan si hiu.

Menginjakkan sedikit kaki di perairan saja segera mengundang hiu untuk menyerang sehingga berenang ke pantai menjadi sangat mustahil.

Di Indonesia, di mana hiu tak pernah digarap menjadi sumber kengerian dalam film, The Shallows tetap bisa dinikmati karena film ini lebih berkisah tentang perjuangan hidup.

Berbeda dengan The Reef, misalnya, yang mungkin akan menarik lebih banyak perhatian karena tempat kejadian peristiwa perjumpaan dengan hiunya dikisahkan berada di perairan Indonesia.

Lepas dari kehadiran si hiu bergigi tajam, film ini menyenangkan untuk ditonton terutama karena alur ceritanya dibuat sangat masuk akal.

Perjuangan untuk lolos dari hiu pun penuh perhitungan dan tak hanya mengandalkan keberuntungan.

Jika Jaws membuat penontonnya takut ke laut, The Shallows justru memunculkan semangat tersendiri.

Bahwa dalam suasana paling buruk sekalipun, harapan akan selalu ada. (Mawar Kusuma)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Agustus 2016, di halaman 23 dengan judul "Lagi-lagi tentang Hiu".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com