BANYUWANGI, KOMPAS.com - Jam menunjukkan pukul 19.00 WIB pada hari Jumat (16/9/2016).
Cuaca sedikit gerimis ketika beberapa orang mulai berdatangan duduk di kursi plastik yang di tata rapi di depan Kantor Kelurahan Temenggungan Kecamatan Kota Banyuwangi.
Aula kelurahan dipenuhi penonton yang didominasi anak muda. Mereka adalah mahasiswa dan dosen dari Universitas Trisakti yang sedang melakukan studi banding di Kelurahan Temengungan.
Tepat di depannya ada sebuah gubuk kecil dengan beberapa orang menggunakan baju dominasi hitam sedang mempersiapkan alat musik.
Mereka adalah anggota Banyuwangi Jazz Patrol Kawitan (Kampong Wisata Temenggungan) yang akan berkolaborasi dengan pemain flute dari Spanyol, Rodrigo Parejo.
Setelah menyanyikan lagu "Indonesia Raya", secara berturut-turut kelompok kesenian anak anak dari Banyuwangi Putera memainkan gamelan dan tarian tarian seperti "Barong Using", "Pitik-pitikan", dan "Kucing-kucingan".
Acara inti pun dimulai. Dengan alunan musik yang dinamis, Banyuwangi Jazz Patrol membuka penampilannya dengan lagu lawas berbahasa daerah Using Banyuwangi yang berjudul "Tetak Tetak".
Lagu yang diciptakan pada tahun 1972 tersebut menceritakan anak kecil yang sedang berjalan.
Untuk lagu kedua, Banyuwangi Jazz Patrol featuring Rodrigo Parejo memainkan lagu Banyuwangi Basanan yaitu lirik lagu berupa pantun dalam Bahasa Using.
Penonton mulai ikut bernyanyi bersama saat lagu Bento di-"jazzpatrol"kan.
Hujan mulai turun tapi musik terus berlanjut. Dengan suasana ceria mereka berturut turut memainkan lagu "Gundul Gundul Pacul", "Cublak Cublak Suweng", dan "Yamko Tambe Yamko".
Sementara penonton mulai ikut turun ke jalan untuk menari bersama di bawah guyuran hujan.
Kemudian lagu lagu Banyuwangi dengan aroma "jazz" terus mengalun seperti lagu yang berjudul "Impen-impenen", "Yaope", dan diakhiri dengan lagu "Layangan".
Jazz di tengah kampung
Pergelaran pun usai. Semua pemain dan penonton bertepuk tangan dan bahagia.
Senyum lebar juga terlihat dari pemain flute dari Spanyol, Rodrigo Parejo yang mengiringi seluruh permainan dari Banyuwangi Jazz Patrol Kelurahan Temenggungan.
Kepada Kompas.com, Rodrigo mengaku sangat menikmati permainan musik dengan Banyuwangi Jazz Patrol.
"Ini luar biasa padahal hanya latihan satu kali. Saya bangga bisa bermusik bersama mereka di tengah kampung bersama masyarakat Banyuwangi," ujarnya.
Rodrigo Parejo adalah musisi jazz kelahiran Spanyol dan tinggal di Belanda. Dia adalah lulusan terbaik Royal Conservatory di Den Haag Belanda pada bidang studi Jazz Performance.
Dia mengaku tertarik mengunjungi Banyuwangi setelah melihat penampilang Banyuwangi Jazz Patrol di media sosial youtube dan fecebook.
"Saya tertarik dengan penyanyi gandrung karena memiliki teknik vokal yang unik," ungkapnya.
Kegelisahan seniman muda
Banyuwangi Jazz Patrol lahir di Kelurahan Temenggungan yang terletak tepat di belakang pendapa Shaba Swagata Blambangan Kabupaten Banyuwangi.
Sejak lama, daerah Temenggungan terkenal sebagai kampung seniman karena melahirkan seniman-seniman musik tradisional yang menciptakan lagu daerah menggunakan bahasa daerah Using.
Kepada Kompas.com, ketua Banyuwangi Jazz Patrol Eko Rastiko, menjelaskan lahirnya kelompok musik tersebut karena kegelisahan seniman-seniman muda di Kelurahan Temenggungan.
"Lagu Banyuwangi akhir-akhir ini sudah nggak jelas. Dan kami ingin mengembalikan roh lagu Banyuwangi kembali lewat musik yang kami mainkan," jelasnya.
Patrol dipilih karena sejak lama musik patrol tumbuh subur di Kelurahan Temenggungan.
Musik patrol adalah musik perkusi bambu yang dimainkan dengan alat musik dari bambu petung (bambu yang besar), dengan dua buah lubang kecil memanjang sebagai ruang resonansi, yang dipukul dengan dua stick kayu.
Lagu-lagu yang dimainkan menggunakan laras pentatonik berbasis angklung.
Biasanya mereka main di jalan depan kantor kelurahan Temenggungan, ketika ada kunjungan wisatawan atau musisi yang ingin nge-jam bersama mereka.
Eko tidak bisa memastikan jadwal tampil kelompok itu karena sewaktu waktu mereka dihubungi bisa langsung saja main.
"Enggak susah kok buat kumpul dan koordinasi. Kan tetangga sini-sini saja rumahnya. Enggak ada yang jauh," ceritanya.
Trie Utami
Istilah jazz patrol sendiri muncul, ketika kelompok musik tersebut manggung bersama Trie Utami di Kota Malang pada awal tahun 2016.
Saat itulah Trie Utami menilai musik yang mereka mainkan adalah Jazz Patrol.
"Kami juga kaget saat Mbak Iie mengatakan musik yang kami mainkan adalah jazz. Dan ciri khas itu yang kami mainkan hingga saat ini," jelas Eko.
Personel Banyuwangi Jazz Patrol berjumlah 11 orang dari berbagai kalangan usia. Yang paling muda usia 12 tahun dan yang paling tua berusia 60 tahun.
Ada yang bekerja sebagai tenaga harian lepas Kelurahan Temenggungan, tukang sablon, tukang bangunan, nelayan, pelatih pencak silat, dan juga pelajar.
Sejak dibentuk kurang dari setahun, Banyuwangi Jazz Patrol Temenggungan mulai dikenal masyarakat luas dan beberapa kali manggung di luar Banyuwangi, seperti Jember, Malang dan Surabaya.
Eko menjelaskan dalam waktu dekat, Banyuwangi Jazz Patrol akan diundang untuk manggung di Malaysia di acara Celebrate World Music Festival dan tampil bersama Dewa Bujana dan Trie Utami.
Keunikan musik yang dimainkan Eko dan kawan kawannya juga mengundang beberapa pemain musik internasional untuk datang ke Banyuwangi dan nge-jam bareng bersama mereka di Temenggungan.
Hati dan rasa
Selain, pemain flute dari Spanyol, Rodrigo Parejo, ada juga Claude Colpaert yang merupakan presiden Jazz en Nord Festival, organisasi penyelenggara festival jazz terbesar di kawasan utara Perancis.
Colpaert juga pernah manggung dengan Banyuwangi Jazz Patrol pada Sabtu (13/9/2016).
Eko mengaku tidak mengalami kesulitan ketika berkolaborasi dengan musisi asing, karena pada dasarnya musik yang dimaikan pada dasarnya sama.
"Tidak ada teorinya. Jalan saja yang penting pakai rasa. Pakai hati," jelasnya.
Eko juga mengatakan Banyuwangi Jazz Patrol berusaha mengawinkan lagu-lagu asli Banyuwangi dengan trend musik kekinian tanpa menghilangkan atmosfer pentatonik pada nada-nada angklung, alat musik khas yang mereka mainkan.
"Jadinya ya warna musik jazz yang unik dan juga memiliki ciri khas yang kuat," katanya.
Yang membedakan penampilan Banyuwangi Jazz Patrol dengan grup musik lainnya adalah saat tampil mereka memilih tidak berjarak dengan penonton.
Interaksi antara pemain musik dan penonton terlihat sangat intim. Bahkan mereka berjoget bersama saat alunan musik dimainkan.
"Konsep kedekatan itu yang ingin kami tonjolkan apalagi lagu yang kami bawakan adalah lagu lagu daerah Banyuwangi ataupun lagu daerah lain yang sudah akrab di telinga penikmat musik," jelasnya.
Ia berharap ke depannya, Banyuwangi Jazz Patrol bisa berkolaborasi dengan banyak seniman baik nasional dan internasional sehingga musik khas Banyuwangi semakin dikenal.
"Termasuk juga mengembalikan musik Banyuwangi kembali ke ruhnya. Itu yang paling penting agar tidak kehilangan khasnya yaitu menggunakan laras pentatonik," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.