Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Evolusi Gugun Blues Shelter

Kompas.com - 23/10/2016, 16:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Patah tumbuh hilang berganti. Gugun Blues Shelter, yang kini menggandeng basis baru, Fajar Adi Nugroho, kembali mantap melenggang di panggung musik Tanah Air.

Album Hitam Membiru yang akan dirilis November mendatang menjadi pembuktian bahwa meski sempat patah, Gugun Blues Shelter tetap tegak dan bangkit dengan amunisi baru penuh energi.

Matang dan tetap menyala-nyala....

Ditinggal salah satu personel band, bassis John Armstrong atau Jono, menandai perjalanan Gugun Blues Shelter (GBS) di panggung musik Tanah Air.

Tak mau lama-lama "berkabung", Desember 2015 GBS merekrut Fajar yang dalam beberapa kesempatan sempat bermain bersama GBS menggantikan Jono.

Bagi Gugun (vokal dan gitar) dan Bowie (drum), Fajar bukanlah sosok baru. Dalam kesempatan terpisah, keduanya sudah lebih dulu kenal dan bekerja sama dengan Fajar.

Tak mengherankan jika saat mereka bermain bersama di GBS, nyaris tak ada kendala berarti.

"Proses sulitnya sudah saya lalui pas pertama kali masuk, Desember tahun lalu. Saya harus ngafalin lagu-lagu di delapan album sebelumnya, dengan masing-masing 11 lagu. Jadi total 88 lagu, plus cover-nya, mungkin jadi lebih dari 100," kata Fajar, dalam wawancara awal Oktober lalu di Kemang, Jakarta Selatan.

Mantap dengan formasi baru, GBS langsung menggeber tur maraton.

Tak hanya ke kota-kota kelas dua di dalam negeri, GBS juga "melawat" ke Malaysia, Amerika Serikat, hingga Belanda. Selama di New York, ketiganya bahkan merekam album baru yang justru 100 persen "bercita rasa Indonesia".

"Album baru GBS ini semacam kompilasi lagu-lagu GBS di album-album sebelumnya, tetapi semuanya berbahasa Indonesia. Ada 10 lagu, ditambah satu lagu baru," ujar Gugun.

Beberapa lagu di antaranya "Satu untuk Berbagi", "Kandas", "Mobil Butut" dan lagu baru berjudul "Hitam Membiru".

Salah satu alasan GBS merekam lagu-lagu berbahasa Indonesia ini, dikatakan Gugun, karena setiap kali mereka membawakan lagu GBS yang berbahasa Indonesia, respons penonton selalu bagus.

Dari situ GBS bertekad membuat album yang memang 100 persen berbahasa Indonesia.

"Dengan album baru ini, kami bisa mengulangi lagu-lagu GBS sebelumnya, tetapi dengan bassis baru. Di lagu terbaru, kami bikin lebih ballad, meski musiknya tetap blues. Karena kan selama ini orang ngeliat lagu GBS lebih banyak yang rock, up beat, atau funky. Lagu baru kita bikin ballad supaya orang gampang dengerin-nya," kata Gugun.

Dengan album berbahasa Indonesia itu, GBS sekaligus ingin memberikan pernyataan bahwa GBS adalah band Indonesia yang juga punya lagu-lagu berbahasa Indonesia, tetapi berkualitas dunia.

Meski selama ini lebih banyak membawakan lagu-lagu berbahasa Inggris, secara esensi, musik GBS tetaplah musik yang sama kualitasnya meski disajikan dalam bahasa berbeda.

"Jadi, kalau di luar, ya, main harus berbahasa Inggris supaya audiensnya juga ngerti. Tapi di Indonesia, kita pengin lebih membumi dengan lagu-lagu Indonesia. Biar orang juga tahu, GBS punya karya Indonesia," kata Bowie.

Kesepuluh lagu di album baru tersebut diaransemen dengan cita rasa dan sentuhan baru.

Fajar, yang juga memiliki basis rock dan funk yang kuat, memberikan interpretasi baru pada lagu-lagu GBS meski pada pakem-pakem yang tak bisa diubah, Fajar tetap patuh.

"Ibaratnya, GBS juga punya norma-norma. Ada yang kuat, ada yang elastis. Sebagai orang baru, saya punya hal baru yang bisa saya berikan, tanpa merusak pakem-pakem yang tidak bisa dilanggar itu. Kalau saya masuk terus obrak-abrik pasti hancur. Jadi, dari awal mikir-nya emang bikin musik, yang dibutuhkan seperti apa," kata Fajar.

Mendefinisi ulang
Kehadiran Fajar jelas mendefinisikan ulang keberadaan GBS sebagai sebuah band.

Baik Gugun maupun Bowie melihat, sebagai band, komunikasi mereka kini lebih solid.

Hal ini antara lain karena Fajar memang berkomitmen 100 persen pada musik dan tidak melakukan hal lain di luar musik.

Dari sisi musik, GBS format baru pun justru lebih tertata rapi.

Ibarat mobil, seluruh businya menyala, tak ada yang pincang dan lebih solid.

"Untuk bemusiknya kami lebih banyak diskusi harus gimana. Enggak melulu saya sebagai montir. Tapi, banyak juga dari Bowie dan Fajar, jadi lebih berwarna," kata Gugun.

Bowie pun menilai, kehadiran Fajar memberi api baru, menjadi bagian dari evolusi GBS sebagai sebuah band.

"Kalau manusia ada jenjang SMP, lalu SMA. Nah, kita ini sedang melangkah ke langkah selanjutnya. Yang kemarin bukan berarti jelek, tetapi ini evolusi GBS selanjutnya," kata Bowie.

Dia mengibaratkan GBS seperti sosok berusia 35 tahun yang lebih mengedepankan akal sehat (matang), tidak meluap-luap, tetapi masih tetap menyimpan semangat yang berapi-api.

"Tapi tetap ada senses of humor di panggung, tetapi enggak berlebihan. Jadi, lebih berkelaslah," ujarnya.

Di panggung kini mereka juga punya strategi berbeda.

Jika sebelumnya hanya Gugun yang selalu berada di depan menjadi front man, sekarang ada Fajar yang juga bisa tampil ke depan.

"Jadi, kami tidak tampil dengan sekadar gimmick, tetapi dengan skill yang memang jadi jualan kami," kata Bowie. (Dwi AS Setianingsih)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Oktober 2016, di halaman 21 dengan judul "Evolusi Gugun Blues Shelter".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau