"The Girl with All The Gifts": Generasi Setelah Zombie

JAKARTA, KOMPAS.com -- "Dan kemudian seperti Pandora, membuka boks besar dari dunia dan tidak menjadi takut, bahkan tanpa peduli apakah yang di dalamnya adalah sesuatu yang baik atau buruk. Karena ini adalah keduanya. Segala sesuatu selalu keduanya. Namun, kamu harus membukanya untuk mencari tahu...."

Sepenggal kisah tentang kotak Pandora ini diceritakan Helen Justineau (Gemma Arterton) kepada para muridnya di awal kegiatan belajar-mengajar.

Hubungan guru dan murid-muridnya terasa aneh karena situasi sekeliling yang dingin dan muram. Ruang kelas lebih menyerupai sebuah hanggar berlapis besi dengan cat hijau militer.

Setiap murid duduk di atas kursi roda. Padahal, tak ada satu pun dari anak-anak itu yang difabel.

Di atas kursi roda itu, mereka duduk dengan kedua lengan terikat di sandaran kursi. Kepala mereka pun dikunci dengan tali sehingga hanya sanggup memandang ke depan.

Tidak hanya tangan, kedua kaki pun terikat kuat pada kursi. Film ini diadopsi dari buku The Girl with All the Gifts karya MR Carey.

Di balik pintu "kelas", tentara berjaga dengan senjata laras panjang. Dari perbincangan para tentara penjaga itulah, penonton mulai tahu bahwa ada sesuatu yang tak beres dengan anak-anak lucu berseragam jingga itu.

Tentara menyebut anak-anak kecil yang sedang bersemangat belajar itu sebagai makhluk menyeramkan dan para tentara pun tak habis pikir mengapa si ibu guru cantik tak tampak takut sedikit pun.

Materi pembelajaran di kelas sama seperti sekolah pada umumnya. Anak-anak ini belajar berhitung hingga menghafalkan tabel periodik unsur kimia.

Segera saja, seorang anak kecil manis menyedot perhatian karena kepintaran dan keramahannya.

Melanie (Sennia Nanua) selalu menyapa semua tentara dengan senyuman. Lontaran selamat pagi hingga apa kabar selalu diucapkannya dengan menyebut akrab nama setiap tentara.

Keramahan Melanie toh tak mampu melunakkan sikap orang-orang dewasa di sekelilingnya.

Selepas sekolah, ia dan belasan teman-teman seusianya segera kembali dibawa masuk ke dalam bangsal serupa rumah sakit jiwa atau bangsal penjara dengan banyak ruang dan lorong panjang di tengahnya.

Peluit panjang menjadi penanda dimulainya hari baru atau saat makan.

Gadis istimewa
Saat makan inilah, pribadi asli Melanie yang berbeda dari anak kebanyakan muncul.

Ia tidak mendapat makanan layaknya anak-anak berupa sepiring roti atau buah-buahan, tetapi semangkuk ulat yang segera dilahapnya dengan rakus.

Selain makanan itu, tingkah lakunya sama seperti anak-anak lain. Gemar berhitung, menyembunyikan gambar seekor kucing, dan senang mendengar dongeng.

Dongeng tentang Pandora yang diambil dari kisah mitologi Yunani menjadi kegemaran utamanya.

Pandora yang dikisahkan sebagai manusia perempuan pertama yang diciptakan para dewa begitu penasaran terhadap kotak terlarang yang akhirnya dibukanya.

Kotak itu mengeluarkan aroma menakutkan yang terasa di udara.

Dari dalam kotak, muncul kengerian, yaitu masa tua, rasa sakit, kegilaan, kelaparan, dan berbagai malapetaka lainnya. Namun, kotak itu tidak hanya menyediakan hal buruk, tetapi juga sesuatu yang baik, yaitu harapan.

Bagi dunia manusia yang dalam film ini dikisahkan telah didominasi kaum zombie, kehadiran Melanie adalah harapan.

Melanie dan rekan-rekannya adalah generasi baru yang lahir setelah era zombie atau mayat hidup yang dikuasai semacam jamur.

Bersama Justineau, Melanie menemukan petualangannya sendiri dalam kelompok kecil yang antara lain terdiri dari Dr Caroline Caldwell (Glenn Close) dan Sersan Eddie Parks (Paddy Considine).

Bersama mereka berjuang demi generasi baru di bumi yang telah rusak oleh kehadiran zombie. (MAWAR KUSUMA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 November 2016, di halaman 21 dengan judul "Generasi Setelah Zombie".