JAKARTA, KOMPAS.com -- Chris Cornell, yang terkenal sebagai vokalis Soundgarden dan Audioslave, telah meninggal dunia dalam usia 52 tahun di Detroit, Michigan, AS, pada Rabu (17/5/2017) malam waktu setempat.
Baca juga: Chris Cornell Meninggal Dunia usai Tampil Bareng Soundgarden
Selain bermusik dalam band, pemilk nama lengkap Christopher John Boyle ini juga berkarier solo.
Tercatat, dalam karier solonya, Cornell telah menghasilkan lima album solo pada 1999-2015. Di samping itu, ia juga mencipta dan membawakan lagu-lagu film.
Untuk film James Bond: Casino Royale (2006), Cornell menyanyikan lagu "You Know My Name". Lagu tersebut diciptanya bersama David Arnold, komposer untuk soundtrack film itu.
Para produser film tersebut memilih Cornell karena mereka menginginkan seorang penyanyi pria yang berkarakter kuat.
Cornell dan Arnold mencoba, melalui lagu itu, mengenalkan penggambaran Bond yang lebih berani dan emosional oleh pemerannya, Daniel Craig.
Baca juga: Daniel Craig: Lebih Baik Iris Pergelangan Tangan daripada Perankan James Bond Lagi
Lagu tersebut dirilis pada 13 November 2006 sebagai singel. Lagu itu tidak masuk dalam album soundtrack James Bond: Casion Royale, tetapi dalam album solo kedua Cornell, Carry On (2007).
Di Inggris, singel tersebut terjual 148.000 copy pada 2006. Lagu itu juga masuk nominasi Grammy Awards 2008 untuk kategori Best Song Written for a Motion Picture, Television or Other Visual Media.
The Promise
Lagu film terakhir yang disajikan oleh Cornell adalah "The Promise". Lagu tersebut dicipta dan dinyanyikan oleh Cornell untuk film berjudul sama, yang dirilis pada 2016.
Film yang dibintangi oleh Oscar Isaac, Christian Bale, dan Charlotte Le Bon itu berkisah tentang cinta segi tiga antara Michael, seorang mahasiswa kedokteran yang cerdas, Ana nan jelita, dan Chris, seorang jurnalis Amerika terkenal di Paris.
Film tersebut berlatar hari-hari terakhir Kekaisaran Ottoman dan, lebih khusus, mengenai peristiwa genosida Armenia.
"Jika ini merupakan sesuatu yang dialami oleh Anda atau keluarga Anda, ini merupakan sesuatu yang Anda hadapi sehari-hari," kata Cornell ketika itu tentang film tersebut.
"Film dan plotnya merupakan rekan-rekan Anda dalam band, dan lagu harus menggambarkan cerita dan karakter-karakter dalam film. 'The Promise', bagi saya, adalah terutama tentang memberi penghormatan untuk orang-orang yang hilang dalam genosida Armenia, tetapi juga menyoroti kekejaman baru-baru ini," kata Cornell lagi.
"Cara-cara yang sama, yang digunakan dalam genosida Armenia, juga digunakan untuk melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Bosnia, Darfur, Rwanda, dan sekarang di Siria pada berbagai bidang, berkontribusi ke sebuah krisis pengungsi besar-besaran dan global.," ucapnya.
"Sayangnya, kata-kata 'tak akan pernah lagi' tampaknya seperti tinggal kata-kata, ketika kita mengenang eksekusi-eksekusi massal dalam abad ke-20 ini, di samping rasisme dan prasangka baru di seluruh dunia," lanjutnya.
"Bahkan di AS, tanda-tanda peringatan--kelompok-kelompok terisolasi berdasarkan ras dan agama--merupakan bukti," ucapnya lagi.
"Kita benar-benar perlu menceritakan kisah-kisah ini dan terus mengatakan kepada mereka dalam sebanyak mungkin, sebisa kita, cara yang berbeda-beda," sambungnya.
"Sebagai manusia, kita memiliki kapasitas yang luar biasa untuk melangkah maju dalam kehidupan kita serta tidak melihat saat-saat sulit dan menantang... tetapi saya pikir ini penting," ujarnya.
"Mendidik diri kita sendiri di masa lalu merupakan cara terbaik untuk memahami saat ini dan menghindari kekejaman di masa depan dengan memahami dan campur tangan," lanjutnya.
"Kita harus mendidik dan berdiri bersama untuk mengatasi ketakutan dan kekerasan ini, dan, sebagai warga dunia, bekerja untuk saling melindungi hak asasi," ujarnya lagi.
Pendapatan dari penjualan lagu "The Promise" disalurkan ke International Rescue Committee, yang membantu menanggulangi krisis kemanusiaan di seluruh dunia dengan memberi perawatan kesehatan, pendidikan, keselamatan, dan terlebih bagi para korban bencana.