JAKARTA, KOMPAS.com - ARKIPEL "Penal Colony" yang diselenggarakan Forum Lenteng menawarkan program International Documentary & Experimental Film Festival 2017.
Program ini adalah kompetisi berskala internasional di mana film-film mancanegara diseleksi, diperlombakan, dan akan ditayangkan di GoetheHaus dan Kineforum Jakarta pada 20-25 Agustus mendatang.
Dari 1.700 karya yang terdaftar, terpilih 31 film dari 15 negara. Dari 31 film itu, ada dua film asal Indonesia yang lolos seleksi. Film yang pertama ialah Turah karya Wicaksono Wisnu Legowo.
Turah berkisah soal masyarakat Kampung Tirang di Tegal yang terisolasi bertahun-tahun dan pada akhirnya malah menimbulkan masalah-masalah lain. Film ini ditayangkan di gedung-gedung bioskop tertentu di Indonesia mulai hari ini, Rabu (16/8/2017).
Hafiz Ranjacale selaku Direktur Artistik ARKIPEL mengungkapkan alasan film Turah bisa lolos seleksi festival film internasional ini.
"Ini kan feature film panjang pertamanya Wisnu. Yang menarik, cerita fiksi film Turah ini kan berbasis dari riset dia soal kawasan yang dikoloni oleh masyarakat kelas bawah. Yang menarik adalah bagaimana Wisnu membangun eksperimentasi yang dia hanya shooting di satu kawasan itu, di koloni itu," kata Hafiz di KeKini, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16/8/2017).
"Jadi eksperimentasi itu tidak melulu terkait hal yang aneh, tapi eksperimentasi itu menspekulasikan bahasa, menspekulasikan teknologi, menspekulasikan gimana penonton melihatnya," sambungnya.
Di samping itu, Hafiz merasa bahwa film yang diproduseri oleh Ifa Isfansyah itu juga bisa memantik ruang diskusi publik para pecinta film.
"Dan buat kami ini penting karena seharusnya sinema melakukan eksperimentasi karena publik perlu dikasih ruang untuk berdialog," ujar Hafiz.
"Karena kami, ARKIPEL ini kan sifatnya edukasi dan buat kami, eksperimentasi ini penting agar publik bisa mengimajinasikan apa yang menurut mereka penting untuk dibicarakan," lanjutnya.
Selanjutnya, film Indonesia lainnya yang lolos Kompetisi Internasional ialah Welu de Fasli karya Wahyu Utami dan Ishak Iskandar.
Hafiz yang juga menjadi juri kompetisi ini menerangkan bahwa film tersebut merupakan karya yang bagus, layak, dan menarik.
"Dia membuat dokumenter yang tidak hanya menarasikan persoalan kemiskinan, daerah yang jauh, bukan hanya dengan cara ini daerahnya jauh berapa kilometer, enggak. Tapi dengan visual, bagaimana anak kecil ngobrol dengan orangtuanya, ngomongin tentang pala. Jadi dia menemukan eksperimentasi. Buat kami itu penting karena temuan-temuan itu yang harus kita grab," pungkasnya.
Turah bisa Anda saksikan di GoetheHaus, Menteng, Jakarta Pusat pada 21 dan 24 Agustus pukul 16.00 WIB. Sementara itu, Welu de Fasli bisa dinikmati di lokasi yang sama pada 20 dan 24 Agustus pukul 13.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.