Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Musik Nasional, Dulu dan Kini

Kompas.com - 09/03/2018, 08:44 WIB
Andi Muttya Keteng Pangerang,
Kistyarini

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -- Hari ini, 9 Maret 2018, merupakan hari yang istimewa bagi para musikus Tanah Air. Untuk kesekian kalinya, 9 Maret diperingati sebagai Hari Musik Nasional.

Bukan tanpa alasan tanggal tersebut ditetapkan sebagai "Hari Raya" musik Indonesia. Lima tahun lalu, Hari Musik Nasional lahir usai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 10 Tahun 2013.

Alasannya "megah". Dalam artikel Kompas.com yang tayang 9 Maret 2013, tertulis bahwa pemerintah ingin meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi para insan Indonesia, serta untuk meningkatkan prestasi yang mampu mengangkat derajat musik Indonesia secara nasional, regional, dan internasional.

Disebutkan pula, musik adalah ekspresi budaya yang bersifat universal dan multidimensional, yang mempresentasikan nilai-nilai luhur kemanusiaan, serta memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional.

Intinya, penetapan Hari Musik Nasional adalah upaya untuk meningkatkan apresiasi terhadap musik Indonesia.

Meski baru dicanangkan pada 2013, sebenarnya usulan Persatuan Artis, Pencipta dan Rekaman Musik Indonesia (PAPRI) itu sudah bergaung sejak era Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden, 2003 silam.

PAPRI kali pertama menggelontorkan usulan perlunya Hari Musik Nasional yakni dalam kongresnya ketiga tahun 1998 dan kongres keempat tahun 2002. Namun, hal itu baru terwujud satu dekade kemudian.

Hari lahir WR Soepratman

Dari berbagai sumber literasi, 9 Maret dipilih sebagai Hari Musik Nasional karena pada tanggal yang sama sekitar seabad yang lalu atau 1903, Wage Rudolf Soepratman lahir.

Dia adalah pencipta lagu kebangsaan Tanah Air, "Indonesia Raja" kini "Indonesia Raya". Karena itu, WR Soepratman yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional dianggap berjasa besar bagi musik Tanah Air.

Namun, pemilihan tanggal itu menuai perdebatan. Bukan soal layak tidaknya hari kelahiran WR Soepratman menjadi Hari Musik Nasional, melainkan karena sejumlah literasi menyebut tanggal lahir WR Soepratman selama ini keliru, bukan 9 Maret tetapi 19 Maret.

Dalam artikel Kompas (31 Desember 2008) yang kemudian dikutip historia.id, diberitakan bahwa Pengadilan Negeri Purworejo menetapkan WR Soepratman lahir pada Kamis Wage, 19 Maret 1903 di Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Putusan tersebut tertanggal 29 Maret 2007.

“Surat permohonan perubahan tempat dan tanggal lahir WR Supratman telah berada di Sekretariat Negara di Jakarta,” kata Wakil Bupati Purworejo Mahsun Zain dalam artikel tersebut.

Fakta yang sama juga terungkap dari film dokumenter karya Dwi Raharja berjudul Saksi-saksi Hidup Kelahiran Bayi Wage (1977), WR Soepratman lahir di Somongari pada 19 Maret 1903.

Persoalan menahun

Terlepas dari hal itu, Hari Musik Nasional diperingati pada 9 Maret hingga saat ini. Sekarang orang-orang tak lagi fokus pada hal itu. Permasalahan industri musik Indonesia lebih pelik dari perdebatan soal tanggal.

Salah satu yang paling mendesak dan hingga kini belum tertangani dengan baik adalah perihal pembajakan karya cipta. Dari data PAPRI, pada 2016 lalu terhitung industri musik Indonesia kehilangan pendapatan sekitar Rp 4 triliun karena aksi pembajakan.

"Kerugian itu bisa dibilang kehilangan pendapatan dari musisi dan juga kehilangan pendapatan negara dari pajak. Karena kalau VCD, DVD, yang dijual kan ada Ppn-nya. Bajakan kan enggak ada Ppn-nya. Maka kerugiannya bisa ditarik dari itu," kata Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Bekraf, Ari Juliano, pada suatu kesempatan.

Menurut Ari, ada tiga masalah utama pembajakan, yakni harga produk yang mahal, distribusi tidak merata yang akhirnya membuat orang mencari bajakan, dan kecanduan terhadap bajakan.

"Banyak orang terdidik masih aja konsumsi (bajakan). Dia tahu itu salah, tapi tetep aja dikonsumsi. Ini udah kayak kecanduan rokok atau narkoba," ujar Ari.

Sementara penyanyi dan pencipta lagu, Glenn Fredly, dalam diskusi Musik Bagus Day di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Kamis (9/3/2017) lalu, menyebut kebiasaan mengunduh karya musik secara ilegal sudah seperti kecanduan narkoba.

"Download ilegal itu udah kayak candu, sama aja kayak narkoba. Paling utama kesadaran masyarakat menghargai karya musik, tidak membajak, tidak men-download secara ilegal," katanya.

Ditemui terpisah, penyanyi Tompi berpendapat di luar masalah pembajakan, persoalan industri musik Indonesia yang tak kalah penting adalah tak adanya ensiklopedia atau kepustakaan musik nasional.

Menurut dia, arsip musik Tanah Air diperlukan sebagai bekal pengetahuan musik khususnya bagi generasi muda. Jangan sampai sejarah musik sebagai budaya bangsa perlahan-lahan terlupakan.

Pengakuan internasional

Sebenarnya musik nasional tak melulu tentang masalah. Dari tahun ke tahun, musik Indonesia mengalami banyak perkembangan. Gairah bermusik tak serta merta surut karena persoalan-persoalan di atas.

Hal itu bisa dilihat sejumlah musikus Tanah Air berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional dalam beberapa tahun terakhir. Sebut saja Joey Alexander, pianis jazz muda yang dua kali mendapatkan nominasi dalam ajang penghargaan musik kelas dunia, Grammy Awards.

Ada pula penyanyi Agnez Mo, Raisa, Afgan, Isyana, dan lainnya yang juga pernah mendapat pengakuan Asia lewat beberapa penghargaan musik internasional.

Lalu, ada penyanyi hip hop Rich Brian yang baru-baru ini mencetak sejarah lewat debut albumnya bertajuk Amen. Remaja pria berusia 18 tahun itu menjadi artis Asia pertama yang menduduki posisi pertama di iTunes untuk musik hip hop.

Brian juga menjadi artis Indonesia pertama sepanjang sejarah yang berhasil masuk ke Top 20 chart Billboard 200. Albumnya menduduki posisi 18 dalam pekan debutnya mengalahkan Sam Smith, Eminem hingga Chris Brown.

Konferensi musik pertama

Lima tahun setelah Indonesia memiliki Hari Musik Nasional, sejumlah musikus menggelar Konferensi Musik Indonesia di Kota Ambon, Maluku, pada 7 hingga 9 Maret 2018.

Di sana, para pelaku dan pemerhati musik bersama pemerintah juga pengusaha membahas berbagai topik tentang industri musik Tanah Air. Membicarakan persoalan hingga mencari solusinya.

Ada banyak tema bahasan dalam Konferensi Musik Indonesia tahun ini yang digagas oleh penyanyi dan pencipta lagu Glenn Fredly. Di antaranya tentang tata keloka industri musik di era digital; musik dalam pemajuan kebudayaan; musik, diplomasi budaya, dan pariwisata; dan musik sebagai alat perdamaian dan pemersatu bangsa.

Hari terakhir konferensi itu juga bakal menjadi momen perayaan Hari Musik Nasional 2018. Puluhan musisi kawakan hadir di sana, ada Andre Hehanusa, Barry Likumahuwa, Fariz RM, Gugun Blues Shelter, Slank, Yopie Latul, dan banyak lagi.

Selamat Hari Musik Nasional!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com