Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ash is Purest White: Film Gangster China Gaya Baru yang Penuh Renungan

Kompas.com - 22/06/2018, 17:06 WIB
Ati Kamil

Editor

Jia Zhangke membangun ketegangan tanpa ampun saat mobil Bin dan Qiao dikelilingi oleh para preman bermotor dan melanjutkan ketegangan itu dengan aksi perkelahian yang brutal.

Kemudian, saat Qiao mencari Bin, film ini pun berubah menjadi film pembalasan feminis yang lucu.

Qiao, yang menolak kalah, kemudian membuktikan bahwa dirinya, sebagai penipu dan pencuri ulung yang mengancam kota itu, hanya bersenjatakan sebotol plastik air dan kepandaiannya berbicara.

Namun, kenikmatan yang singkat ini merupakan satu bagian dari perjalanan panjang yang sering melantur dari 2001 sampai 2018.

Baca juga: Pemasukan Film Solo: A Star Wars Story Turun 65 Persen di Box Office

Ash is Purest White kadang disorot dalam cahaya alami yang pucat sehingga terasa seperti kisah mistis arwah yang menjalani kehidupan sesudah kematian atau astronot yang tersesat di planet asing -- dan itu terjadi sebelum Qiao bertemu seorang pria yang mengatakan bahwa agen perjalanannya khusus untuk tur-tur melihat UFO.

Singa dan harimau kurus pun muncul dan ada beberapa selingan tari ballroom, line-dance dan disko: lagu "YMCA" dari Village People pun muncul lagi dan lagi, sama halnya seperti "Go West" dari The Pet Shop Boys, yang muncul dalam film terakhir Jia Zhangke, Mountains May Depart.

Namun, tema yang kemudian muncul dari film ini adalah tentang dunia yang terus berubah.

Orang-orang semakin bertambah tua, hubungan memudar, begitu pula sindikat kejahatan, dan China juga berubah seiring kota-kotanya menjadi maju dan Bendungan Tiga Ngarai di China menyebabkan berkilo-kilometer daerah pedesaan terendam air.

Baca juga: Haruskah Percaya dengan Review Film dalam Website?

Tak banyak pembuat film yang begitu detil atau sepuitis Jia soal berlalunya waktu: lokasi bangunan atau teknologi smartphone menjadi obsesi tersendiri.

Dan, Zhao -- istri Jia -- menjawab tantangan akting yang sulit, mengubah dirinya dengan cara yang halus sampai Qiao harus menjadi semakin keras dan lelah seiring semakin berlalunya waktu.

Menjelang akhir film, Anda akan merasa sama tuanya seperti Qiao: saya tak keberatan jika film ini lebih pendek setengah jam saja.

Anda mungkin akan bertanya-tanya apakah Bin sebanding dengan upaya Qiao, atau apakah dia seharusnya lebih baik melupakan Bin. Namun, tentu dia tidak bisa.

Terlepas dari kenyataan, dia bertahan dengan keyakinan bahwa meski semuanya layu, cinta tetap abadi. (Nicholas Barber)

Versi asli tulisan ini bisa Anda baca di Cannes Flm Review: Ash is Purest White di laman BBC Culture.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau