JAKARTA, KOMPAS.com - Lagu "Gundul-gundul Pacul" menjadi salah satu lagu yang biasa dipelajari anak-anak.
Lagu berbahasa Jawa ini memiliki nada yang riang dan mudah untuk diingat.
Namun di balik nuansanya yang riang itu, "Gundul-gundul Pacul" ternyata memiliki makna mendalam.
Dilansir situs Pemprov DIY, lagu "Gundul-gundul Pacul" ditulis Sunan Kalijaga bersama teman-temannya pada tahun 1.400.
Meski liriknya terkesan jenaka, Sunan Kalijaga ternyata menyisipkan nasihat dan sindiran bagi penguasa.
Kepala adalah lambang kehormatan dan kemuliaan bagi seseorang.
Sementara rambut diartikan sebagai mahkota dan lambang keindahan kepala.
Maka dari itu, gundul atau kepala tanpa rambut memiliki arti kehormatan tanpa mahkota.
Pacul sendiri adalah cangkul, alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat.
Pacul menjadi sebuah lambang bagi rakyat yang di zaman dulu didominasi para petani.
Gundul Pacul pun diartikan bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi mereka yang membawa pacul untuk mencangkul dan mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Orang-orang Jawa juga sering mengartikan pacul dengan papat kang ucul atau empat yang lepas.
Kemuliaan seseorang akan sangat bergantung terhadap empat hal ini, yakni bagaimana ia menggunakan matanya, hidungnya, telinganya, dan mulutnya.
Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat.
Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.