Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pamer" Kreativitas di Media Sosial itu Perlu, asal...

Kompas.com - 29/04/2016, 08:16 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

KOMPAS.com – Setelah selesai berias lalu memakai pakaian juga aksesoris terbaik hari itu, sebagian orang punya kebiasaan memotret diri sendiri. Hasil jepretan kemudian diunggah ke media sosial khusus gambar atau video, seperti Instagram, dan tak lupa diberi tanda pagar (tagar) outfit of the day, disingkat OOTD.

Jika ditekuni serius, sebenarnya kebiasaan di atas bisa membuat si empunya akun meraup ketenaran sebagai fashion blogger. Atau, jika suka jalan-jalan, travel blogger bisa jadi pilihan profesi. Siapa tahu, lewat karya-karya tersebut rupiah datang menghampiri.

Hal itu tidak berlaku hanya di bidang fashion atau travel saja, banyak orang—terutama kaum muda—mulai berani unjuk keahlian di beragam bidang lain lewat media sosial, hitung-hitung sebagai promosi gratis.

Bukan hanya iseng

Eka Gustiwana bisa jadi salah satu contoh. Nama Eka melejit setelah video kocak, parodi Arya Wiguna diunggah di situs video sharing YouTube pada pertengahan tahun 2013. Kini, video karya lelaki yang pernah “mengamen” dari satu kafe ke kafe lain ini sudah ditonton lebih dari 5 juta pengguna YouTube.

“Waktu itu saya merasa harus buat gebrakan lagi. Saya coba menggunakan jalur YouTube pada 2013. Lalu, saya berpikir mau melakukan (kreasi) apa karena cover sudah banyak, parodi sudah banyak. Ya sudah, speech composing saja. Mengubah pembicaraan orang yang enggak biasa nyanyi menjadi nyanyi,” kata Eka, seperti dikutip melalui situs generasi4g.com.

Awalnya keputusan ini Eka ambil dengan ragu. Ia takut mendapatkan hujatan dari penonton yang tidak menyukai karyanya. Namun, Eka tahu bahwa setiap keputusan pasti memiliki risiko masing-masing. Dengan modal nekat, ia pun berani mengunduh video kreasinya.

Sekarang, Eka tinggal menuai hasil. Bahkan, di bawah keterangan video YouTube-nya sekarang terpampang kode—jika penonton tertarik—untuk menjadikan “lagu” hasil speech composing ini sebagai Ring Back Tone (RBT).

Berkat video berdurasi hampir tiga menit ini pula, nama Eka sebagai komposer musik makin melambung sehingga “orderan” dari beragam kalangan yang membutuhkan jasa aransemen musik makin ramai.

Selain Eka, Ryan Riyadi—seorang seniman jalanan—juga berani “pamer” karya lewat media sosial. Lewat karakter “The Popo”, lukisan mural Ryan tak hanya menghiasi dinding-dinding kota, tetapi juga di media sosial seperti Twitter dan Instagram. Bukan hanya dari akun Twitter @thepopoh milik Ryan, ada saja pengguna media sosial lain yang kebetulan lewat turut mengunggah mural Ryan.

Sosok The Popoh, karakter berbentuk manusia berwarna putih dengan kepala lonjong, mata bulat besar tanpa hidung atau telinga, kebanyakan berbau kritik sosial yang disampaikan dengan gaya bercanda. Lebih jauh, Ryan sering diundang mengisi pameran di luar negeri. The Popoh pun turut merambah hingga ajang pameran mural di Singapura.

Thinkstock Jika suka jalan-jalan, travel blogger bisa jadi pilihan profesi. Siapa tahu, lewat karya-karya tersebut rupiah datang menghampiri.
Peran internet

Eka dan Ryan menunjukkan bahwa media sosial bisa jadi ajang “pamer” karya. Siapa tahu, karya Anda bisa ikut tenar. Hitung punya hitung, peluang macam ini masih terbuka lebar sebab, menurut data Global Web Index, Indonesia masuk kategori negara paling aktif di media sosial.

Per Maret 2016 saja, ada sekitar 79 juta pengguna media sosial di dalam negeri. Dari jumlah ini, 15 juta aktif di Facebook, 8,6 juta pengguna Twitter, sedangkan hampir 8 juta orang lain pengguna Instagram.

Eka sendiri termasuk orang yang memandang penting arti internet dan media sosial. Dari tempat ini, ia mengasah kemampuan musik, produksi musik, dan mengetahui tren terkini. Eka mengaku bahwa ia tak akan ada di posisinya yang sekarang bila tidak dibantu internet. Kegiatan Eka berselancar kemudian menjadi lebih lancar sejak kehadiran 4G LTE di Indonesia.

"Sebelum masa 4G, saya harus mengirim data dengan kurir dan pakai dvd karena datanya terlalu besar. Ketika mau upload video di YouTube juga sama. Saya harus tinggal tidur, lalu besok pagi baru terunggah. Tak jarang putus di tengah jalan dan harus saya upload lagi," kata Eka.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau