Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meet The Labels: Menjelajah Bakat Anak Muda Nusantara

Kompas.com - 08/12/2013, 16:24 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Tepuk tangan meriah dari para penonton menyemangati penampilan One Room, band asal Jakarta, di panggung Hard Rock Cafe, Kuta, Bali, pekan lalu. Meski baru terbentuk tahun lalu, lima anak muda itu menyuguhkan musik berasa rock kepada penonton.

"Bagus. Bagus One Room. Musik kalian asyik, menarik, dan dibawakan baik di atas panggung yang terbatas. Kalian mampu berinteraksi bersama. Hanya saja kostum kalian masih belum satu. Kostum vokalis sudah bernuansa rock, tetapi beberapa masih kaku sehingga ini perlu diperhatikan untuk ke depannya, ya," kritik Arie Legowo, Artist and Repertoir Manager dari label atau perusahaan rekaman Warner Music Indonesia, secara terbuka.

Empat orang dari label lainnya, Seven Music, E-Motion, Alfa Record, Universal Music, dan Sony Music Indonesia, juga mengomentari penampilan One Room. Kritik, komentar, dan masukan itu merupakan bagian pembinaan para label untuk pemusik muda dan baru.

Seleksi "online"
One Room merupakan salah satu dari 10 finalis LA Lights Meet The Labels 2013. Mereka adalah Boiben, diSSa, Daisy, Rega, Meltic, Aerob, Rocka Band, One Room, Rigby, dan Hey Joe. Sepuluh finalis ini berhasil terjaring dari sekitar 2.000 pendaftar secara online serta terpilih dari lima label dan masyarakat.

"Pemilihan secara visual dan online ternyata memang asing dan seru! Kami tak pernah membayangkan sebelumnya. Kami pun bisa melihat talenta anak muda di seluruh Nusantara. Ini membayar kejenuhan rutinitas para label di Jakarta," kata Arie.

Kebiasaan para label, lanjut Arie, hanya mendengarkan puluhan demo rekaman dari kaset dan CD yang dikirim via pos ke kantor mereka di Jakarta. Satu grup musik bisa mengirimkan demo lagu mereka lebih dari dua lagu. Ini membosankan dan dapat saja terlewatkan sesuatu yang lebih baik. Parahnya, tak semua kiriman didengarkan label.

Kejenuhan lainnya, Arie menuturkan, penampilan band-band yang ada dinilainya menurun. Ia membutuhkan band yang segar untuk dilihat dan dinikmati masyarakat. Penjualan album fisik melalui toko kaset pun mulai terganggu oleh produk bajakan dan kesempatan mengunduh bebas dari internet. Dalam kondisi seperti itu, dunia panggung ke panggung menjadi pilihan unjuk gigi di kalangan musisi muda.

"Para finalis ini sudah memiliki talenta cukup dan gaya panggung yang tak lagi canggung. Kami tinggal memoles sedikit saja, mereka menjadi sesuatu yang segar di masyarakat. Kuncinya mereka pun harus mau jujur, menjaga kesolidan grup. Kami pun tak segan menawarkan kontrak," ujar Arie serius.

Seleksi melalui online ini yang pertama. Dua tahun sebelumnya, LA Lights dan lima label terbesar di Indonesia ini memilih dengan cara audisi di beberapa kota. Namun, hasilnya tidak terlalu bagus. Nah, cara online menjadi alternatif dengan hasil cukup memuaskan.

"Cara tahun ini buat para label bisa melihat penampilan pemusik dengan berbagai segi, baik visual, cara bermusik, aransemen lagunya, gaya mereka. Kami bisa maksimal melihat permainan mereka bermusik," ujar Arie.

Impian band daerah
Masuk dapur rekaman, memiliki album, teken kontrak dengan perusahaan label terkemuka, dan terkenal benar-benar menjadi mimpi para pemusik di daerah. Mereka mengacu pada sukses band daerah yang sukses di Jakarta seperti Sheila on 7 dari Yogyakarta, Padi (Surabaya), dan Supermen Is Dead (Bali).

Kendalanya, grup-grup di daerah minim informasi mengenai cara untuk meraih mimpi itu. Padahal, talenta dan kemampuan bermusik mereka bisa jadi bersaing dengan band yang sudah terkenal. "Kami berupaya menjembatani terputusnya informasi itu dengan ajang ini sehingga teman-teman di daerah tetap terlihat kreativitasnya," ujar Ivan Prawira, Brand Manager LA Lights.

Band-band daerah memang tidak semuanya memiliki kemampuan memproduksi dan menjual album. Namun, ada beberapa pemusik menempuh jalan itu, seperti penyanyi Nanoe Biroe dari Bali. Ia mencipta, bernyanyi, mengaransemen, memproduksi, dan promosi sendiri albumnya. Setelah sepuluh tahun berusaha, Nanoe pun sukses menjual album rock dengan lirik bahasa
Bali.

Bakat seperti yang dimiliki Nanoe itu tersimpan di sejumlah daerah. Salah satunya adalah Rocka Band dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Rocka adalah satu-satunya band yang lolos dari luar Jawa. Mereka berawak Zeebee pada vokal, Eed Zeelan (gitar), Sehu (bas), dan Jacka (drum). Mereka bersemangat mendengarkan obrolan bersama orang-orang label yang siapa tahu akan membawa perubahan pada nasib band mereka. Tim itu adalah Arie Legowo (A&R Manager Warner Music Indonesia), Agung Lingga (A&R support & digital music content Seven Music), Iqbal Siregar (production manager e-Motion), Aldy Lauda (A&R division Alfa Record), dan Iman dari Universal Music Indonesia.

"Kami bangga anak daerah seperti kami ini bisa masuk 10 finalis. Rasanya seperti mimpi. Kami tak punya kemampuan produksi sendiri. Melalui ajang ini, kami bisa unjuk diri. Sekarang kami ada di sini, di Bali," kata Zeebee. (AYU SULISTYOWATI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com