"Kita harus kasih tahu ada kebohongan. Mereka (generasi sekarang) harus tahu bahwa dulu ada pemerintah yang sangat korup, sampai sejarah dikorup, mereka harus tahu itu semua," ujar Jay dalam wawancara per telepon dengan Kompas.com di Jakarta, Senin (29/9/2014).
"Mereka harus tahu bahwa ada film pernah dibuat untuk propaganda, harus tahu bahwa ada sutradara yang bisa dipesan (memproduksi film propaganda) dengan biaya besar," ungkap Jay.
Jay menyayangkan, film dokudrama Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI, yang digarap selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp 800 juta, dibikin berdasarkan sejarah versi pemerintah ketika itu.
"Saya bilang, seharusnya dihukum tuh yang bikin, karena itu pembohongan publik, seniman itu enggak boleh dipesan bikin sesuatu yang enggak benar, seniman itu idealis, saya saja enggak pernah mau. Tapi, kalau alasannya, 'Oh, profesional saja', tapi kan profesional pun harus sesuai hati," tutur Jay.
Kendati begitu, menurut Jay lagi, tak perlu ada "film tandingan".
"Kalau film, susahnya akan ada interpretasi sutradara. Sekarang, yang harus dikeluarkan (dipublikasi) adalah pengarsipan yang dulu dihilangkan. Kalau dibuat lagi, semua harus bersifat dokumenter. Kalau saya bilang, harus dilengkapi kesejarahannya, kearsipannya, kebenaran harus diungkapkan. Kalau saya bilang, itu harus dibikin yang benar, sejarah dari 1965 sampai sekarang. Anak yang berusia 20 tahun saja enggak tahu kejadian 1998," tekan Jay.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.