JAKARTA, KOMPAS.com -- Badan Ekonomi Kreatif dan Irama Nusantara bekerja sama membuat program Gerakan 78, yaitu pengarsipan dan pendataan materi piringan hitam berbahan shellac (78 RPM) ke format digital.
Program itu bertujuan menyelamatkan karya musik Tanah Air era 1920-an hingga 1950-an, ketika musik populer Indonesia banyak direkam dalam format piringan hitam.
David Tarigan, salah seorang inisiator Irama Nusantara, mengatakan bahwa piringan hitam berbahan shellac mudah pecah.
"Plat-plat (piringan hitam) dari era tersebut untuk menemukannya saja susah, apalagi dalam kondisi yang baik. Bahannya juga bukan vinil, (shellac) mudah sekali pecah," terang David dalam konferensi pers di Rolling Stone Cafe, Jakarta Selatan, Rabu (1/6/2016).
Selain itu, dikhawatirkan, kondisi cuaca Indonesia dan cara penyimpanan yang keliru, bisa dengan cepat merusak piringan hitam tersebut. Karena itulah, digitalisasi tersebut menjadi prioritas dan mendesak untuk dilakukan.
"Di sinilah urgensi untuk melakukan upaya pengarsipan dan pelestariannya yang lebih tinggi dibandingkan koleksi musik terkini. Selain itu, kami melihat bahwa era tersebut dapat disebut sebagai titik awal industri musik populer di Indonesia," ucapnya.
Sebagai langkah awal, Irama Nusantara bersama Bekraf telah memulai pendataan ke semua stasiun Radio Republik Indonesia (RRI).
Setelah itu, ribuan arsip fisik tersebut akan dipindahkan ke format digital atau digitalisasi.
Sedikitnya 1.000 arsip fisik musik Tanah Air dari era 1950-an hingga 1980-an yang sudah didigitalkan ada pada situs resmi Irama Nusantara, iramanusantara.org.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.